Sabtu, 08 Maret 2014

Sejarah Kebudayaan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa risalah, dan hingga saat ini risalahnya di ikuti oleh masyarakat luas dari berbagai macam ras. Sebuah perjuangan yang tak ternilai harganya karena telah melewati berbagai macam tantangan yang sangat berat, hambatan dan ancaman dari musuh orang muslimin. Dalam mengemban misi dakwah rasulullah sering mendapat penghinaan, pemboikotan sampai ancaman pembunuhan. Kehidupan yang tidak pernah lepas dari tantangan ini membuat beliau dan pengikutnya mencari alternatif agar keluar dari lingkungan yang tidak menunjang, menuju lingkungan yang bisa memberi peluang untuk melestarikan agama Allah.
Dengan berdasarkan hal tersebut, maka Nabi dan pengikutnya meninggalkan kota Mekkah yang merupakan tempat kelahiran beliau untuk mencari tempat yang strategis dalam menyusun berbagai macam cara mempertahankan agama islam.
Setelah terjadinya peristiwa baiat Aqabah kedua, Rasulullah dan kaum muslimin memilih kota Yasrib ( Madinah ) sebagai tempat untuk berlabuh. Disinilah Islam berhasil memancangkan tonggak Negara di tengah padang pasir yang bergelombang kekufuran dan kebodohan, dan hal ini merupakan hasil terbaik selama yang diperoleh Islam semenjak memulai dakwah.
Peristiwa ini merupakan pilihan terbaik untuk menjaga agama Allah. Dan hijrah ini pula merupakan peristiwa penting dalam sejarah dakwah Islam, karena hal itu merupakan awal kemenangan jihad Rasulullah dalam menyampaikan dakwah. Bahkan, penentuan awal tahun agama Islam dimulai dengan awal terjadinya hijrah kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa Rasulullah saw. ini merupakan salah satu sejarah agama Islam yang sangat menarik untuk di kaji.


B.     Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana kondisi dan Realitas Madinah menjelang hijrahnya Nabi?
2.      Bagaimana terbangunnya komunitas muslim di Madinah?
3.      Apa piagam Madinah dan sejimlah implikasinya?
4.       Bagaimana peletakan dasar-dasar dan konsepsi islam dalam peradaban social kemasyarakatan di Madinah?
5.      Bagaimana Madinatul al-Munawwarah dan tipe cally ( amisal ) komunitas muslim?



















BAB II
PEMBAHASAN

A.       Kondisi dan realitas Madinah menjelang hijrahnya Nabi
                       
            Kehidupan masyarakat di Madinah sebelum Rasulullah hijrah sangat penting untuk di perhatikan. Karena kondisi ini berbeda dengan kondisi di kota Mekkah. Mengetahui ini merupakan hal yang sangat penting bagi umat Islam guna meneruskan perjuangan Rasulullah karena Madinah adalah tempat hijrah Nabi yang telah di tentukan oleh Allah swt.,kota Madinah juga sebagai dasar beliau berdakwah keseluruh penjuru dunia.
Yatsrib merupakan nama lama Madinah al-Munawwarah. Sumber ketenangan dengan tanah yang subur dan air yang melimpah dan dikelilingi oleh bebatuan gunung berapi yang hitam. Wilayah yang paling sentral di Madinah adalah Harrah Waqim (di bagian timur) dan Harrah al-Warabah (di bagian barat). Harrah Waqim lebih subur dan lebih padat penduduknya dibandingkan dengan Harrah al-Warabah.[1]
1.      Keberadaan agama yahudi
Menurut bukti sejarah, kaum Yahudi pernah melakukan eksodusnya besar-besaran ke Jazirah Arab terutama ke Yatsrib. Tepatnya pada abad pertama dan kedua masehi, kemudian mereka membentuk suatu komunitas Yahudi disana.[2]
Di Madinah terdapat tiga kabilah besar dari agama yahudi, jumlah pemudanya mencapai 2000 orang lebih. Tiga kabilah yahudi itu adalah : Qainuqa’, Nadlir, dan Quraizhah. Dan ketiganya saling bermusuhan. Qainuqa’ tinggal di dalam kota Madinah setelah diusir oleh bani Nadlir dan bani Quraizhah yang tinggal di luar kota Madinah. Mereka memiliki tempat khusus untuk belajar agama yahudi, untuk beribadah, dan membicarakan urusan agama serta dunia. Mereka namakan tempat itu dengan “madaris”. Mereka juga memiliki syari’at dan aturan khusus, sebagiannya bersumber dari kitab suci mereka dan sebagian lain dibuat oleh tokoh agama mereka. Orang yahudi di Madinah terkenal dengan sihir, meracik racun dalam makanan, dan memilih kata- kata yang memiliki banyak makna. Keahlian mereka dalam sihir menjadi kebanggaan.
Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al Baqarah:102.
(#qãèt7¨?$#ur $tB (#qè=÷Gs? ßûüÏÜ»u¤±9$# 4n?tã Å7ù=ãB z`»yJøn=ß ( $tBur txÿŸ2 ß`»yJøn=ß £`Å3»s9ur šúüÏÜ»u¤±9$# (#rãxÿx. tbqßJÏk=yèム}¨$¨Y9$# tósÅb¡9$# !$tBur tAÌRé& n?tã Èû÷üx6n=yJø9$# Ÿ@Î/$t6Î/ |Nr㍻yd šVr㍻tBur 4 $tBur Èb$yJÏk=yèムô`ÏB >tnr& 4Ó®Lym Iwqà)tƒ $yJ¯RÎ) ß`øtwU ×poY÷GÏù Ÿxsù öàÿõ3s? ( tbqßJ¯=yètGuŠsù $yJßg÷YÏB $tB šcqè%Ìhxÿム¾ÏmÎ/ tû÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÅ_÷ryur 4 $tBur Nèd tûïÍh!$ŸÒÎ/ ¾ÏmÎ/ ô`ÏB >ymr& žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 4 tbqçH©>yètGtƒur $tB öNèdàÒtƒ Ÿwur öNßgãèxÿZtƒ 4 ôs)s9ur (#qßJÎ=tã Ç`yJs9 çm1uŽtIô©$# $tB ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# ïÆÏB 9,»n=yz 4 š[ø©Î6s9ur $tB (#÷rtx© ÿ¾ÏmÎ/ öNßg|¡àÿRr& 4 öqs9 (#qçR$Ÿ2 šcqßJn=ôètƒ ÇÊÉËÈ  
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”(Q.S. al- Baqarah : 102)[3]
Mengenai kemampuan mereka dalam menggunakan kata- kata sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah : 104.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qä9qà)s? $uZÏãºu (#qä9qè%ur $tRöÝàR$# (#qãèyJó$#ur 3 šúï̍Ïÿ»x6ù=Ï9ur ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÊÉÍÈ  
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”( Q.S. al – Baqarah : 104 )[4]

Dan mereka juga mengalami kemerosotan moral, suatu hal yang tidak layak terjadi bagi suatu masyarakat bermartabat dan berpegang teguh dengan ajaran samawi. Hal ini terbukti dengan peristiwa seorang wanita Arab yang terangkat bajunya ketika bangun dari tempat duduk, setelah wanita itu menolak untuk memperlihatkan wajah dan akhirnya ujung bagian bawah bajunya diikat pada bagian pundak oleh salah seorang dari mereka. Maka terlihatlah auratnya ketika bangun dari tempat duduk. Selain itu, dari sisi ekonomi mereka berinteraksi kepada selain orang yahudi dengan riba. Mereka menguasai perekonomian penduduk Madinah, sehingga dengan bebas menentukan harga sangat tinggi dalam penjualan barang.
Pola interaksi orang- orang yahudi kepada kabilah Aus dan Khazraj tidak terlepas dari kemaslahatan kelompok (yahudi) dan capaian- capaian materi. Mereka mengadu domba kabilah Aus dan Khazraj untuk menguasai perekonomian Madinah.
Bahasa mereka adalah bahasa Arab, tapi juga menggunakan bahasa Ibriyah yang digunakan dalam peribadatan dan pelajaran.
Dari sisi agama, bani Israil secara umum tidak memiliki semangat untuk mengajak umat lain agar memeluk ajarannya dan menyebarkan ajaran yahudi dari beberapa sisi adalah terlarang bagi mereka. Suatu hal yang tak dapat dipungkiri, beberapa orang dari kabilah Aus, Khazraj, dan kabilah- kabilah Arab lain memeluk ajaran yahudi dengan keinginan mereka, dengan jalan pernikahan, atau disebabkan hidup dalam lingkungan orang- orang yahudi.
2.      Bangsa Arab Madinah
Bangsa arab yang tinggal di Yatsrib terdiri dari dua suku yaitu suku Aus dan Khazraj. Mereka tinggal di suatu daerah yang wilayah-wilayah suburnya telah diduduki terlebih dahulu oleh Bangsa Yahudi. Kenyataan ini memaksa kedua suku tersebut menyingkir ke daerah padang pasir.[5]
Aus dan Khazraj masih mempunyai hubungan dengan suku Azd Yaman yang berimigrasi dari Yaman ke utara sekitar tahun 207 M. Di Madinah suku Aus menempati daerah al-‘Awaly (dataran tinggi) disamping Quraidzah dan Nadhir. Sementara, Khazraj tinggal di dataran rendah di Madinah sebagai tetangga Qainuna’.[6]
3.      Kondisi sosial agama
Bangsa Arab yang berada di Madinah mengikuti kabilah Quraisy dan penduduk kota Makkah dalam berkeyakinan juga beribadah. Mereka menyembah berhala- berhala yang disembah oleh kabilah Quraisy dan penduduk Hijaz. Berhala Manat bagi penduduk Madinah merupakan berhala tertua dan mendapatkan penghormatan yang tinggi dari kabilah Aus dan Khazraj. Sedangkan berhala Lata diagungkan oleh penduduk Thaif, dan Uzza sangat dihormati oleh penduduk Makkah. Namun di Madinah berhala- berhala itu tidak tersebar luas seperti di Makkah. Penduduk Madinah sebelum datang Islam memiliki dua hari (An Nairuz dan Al Mahrajan, dari bahasa Persi) untuk bermain- main dan bersenang- senang. Ketika Islam datang, nabi Muhammad saw bersabda : “ Allah telah gantikan dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu hari Fitri dan Adlha “. (HR. Abu Daud dan An Nasa’i), hadits shahih.
4.      Kondisi ekonomi dan kemajuan kota Madinah
Tanah kota Madinah yang sangat subur itu menyebabkan penduduknya menyandarkan sumber hidupnya dari bercocok tanam. Hasil utama kota Madinah adalah buah kurma dan anggur.[7] Kota Madinah banyak dihiasi dengan kebun-kebun kurma dan anggur, selain itu kebun-kebun tersebut juga menghasilkan sayur dan buah-buahan.
Walaupun demikian, sumber penghidupan masyarakat Madinah bukan tergantung pada bercocok tanam saja. Ada sebagian dari mereka yang berdagang, namun roda perdagangan di sana tidak sebesar di Makkah. Di samping itu, sebagian penduduk Madinah ada juga yang berpenghidupan dari hasil industri dan pada umumnya di akomodir oleh bangsa Yahudi Madinah.

B.            Pertahapan terbangunnya komunitas muslim di Madinah.
Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk negeri itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi.[8]
Fase Madinah adalah Fase perjuangan ganda. Menegakkan syariat yang baru (Islam) dan menegakkan komunitas muslim. Perjuangan Dakwah di Madinah mempunyai beban yang lebih berat. Bukan hanya berdakwah pada orang yang menyekutukan Allah tetapi juga berdakwah pada kelompok orang yang sebelumnya sudah mempunyai kitab suci (Taurat dan Injil).
C.        Piagam Madinah dan sejumlah implikasiya.
            Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah. [9]
            Piagam Madinah merupakan contoh konkrit keserasian hidup bernegara dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun mengakui bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah konsensus bersama antara berbagai golongan, ras, suku, maupun agama yang paling demokrasi sepanjang sejarah. Piagam Madinah telah mewariskan prinsip-prinsip yang tahan banting dalam menata masyarakat pluralistik yang harmonis berlandaskan moral religius yang agung dan kokoh. Dengan piagam Madinah Rasulullah saw. Telah membuktikan bahwa islam rahmat bagi seluruh manusia. Pesan-pesan Islam dapat diterima oleh semua kalangan termasuk pemeluk Yahudi dan Nashrani, sehingga tercipta suatu tatanan yang adil dan damai. [10]
            Adapun isi dari Piagam Madinah sebagai berikut:
Ini adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan.
Pertama, Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
Kedua, Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
Ketiga, Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
Keempat, Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
Kelima, Asas perdamaian yang berkeadilan.
Keenam, Asas musyawarah. [11]

D.            Peletakan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam pradaban sosial                                                                                              kemasyarakatan di Madinah.
Untuk memperkokoh masyarakat baru tersebut mulailah Nabi meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar, mengingat penduduk yang tinggal di Madinah bukan hanya kaum muslimin, tapi juga golongan masyarakat Yahudi dan orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang, maka agar stabilitas masyarakat dapat terwujudkan Nabi meletakkan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam peradaban sosial kemasyarakatan di Madinah. [12]
Adapun dasar-dasar tersebut diantaranya adalah :
a) Mendirikan Masjid
Setelah agama Islam datang Rasulullah SAW mempersatukan seluruh suku-suku di Madinah dengan jalan mendirikan tempat peribadatan dan pertemuan yang berupa masjid dan diberi nama masjid “Baitullah”. Untuk pembangunan masjid itu, beliau sendiri ikut bekerja bersama kaum muslimin. Beliau ikut mengangkati batu dan setiap kali mengangkat batu, beliau berdo’a : “Ya Allah, sesungguhnya pahala itu adalah pahala akhirat. Berikan rahmat dan pertolongan pada kaum Anshar dan Muhajirin”
Hal ini membuat semangat para sahabat Anshar dan Muhajirin menjadi berkobar untuk selalu berjuang di jalan Allah. Dengan adanya masjid itu, selain dijadikan sebagai tempat peribadatan juga dijadikan sebagai tempat pertemuan, mengadili perkara dan lain sebagainya.

b) Mempersaudarakan antara Anshor dan Muhajirin
Orang-orang Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta akan tetapi membawa keyakinan yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran. Sebagai langkah selanjutnya, Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka diikat dengan tali persaudaraan dan kasih sayang.
Ajaran Islam mendukung konsep persaudaraan atas dasar kasih sayang dan kebaikan. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw :
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya : Tidaklah kalian dinyatakan benar-benar beriman sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)

Kaum Anshar saling berlomba-lomba untuk mendapatkan saudara kaum Muhajirin. Mereka pun rela memberikan separuh dari harta benda yang mereka punya untuk kaum Muhajirin. Bahkan kaum Anshar lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin daripada kepentingan sendiri. Dengan itu Nabi mempersatukan golongan Muhajirin dan Anshor tersebut dalam suatu persaudaraan dibawah satu keyakinan yaitu bendera Islam.

c) Perjanjian bantu membantu antara sesama kaum Muslim dan non Muslim
Setelah Nabi mampu mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, kemudian Nabi mengadakan perjanjian untuk saling bantu-membantu atau toleransi antara orang Islam (Anshar dan Muhajirin) dengan Yahudi Madinah. Selain itu Nabi mengadakan perjanjian yang berbunyi “kebebasan beragama terjamin buat semua orang-orang di Madinah”. Dalam perjanjian tersebut ditegaskan secara gamblang penetapan tentang agama dan harta benda mereka. [13]
E. Madinatul al- Munawwarah dan tipe cally komunitas muslim
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam bertambah kuat sehingga perkembangan yang pesat itu membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan musuh–musuh Islam. Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan/tentara dari kalangan Anshar dan Muhajirin.
Banyak hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut.
Akan tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya :
a. Rongrongan dari orang Yahudi
Pada awal hijrah ke Madinah, orang Yahudi menerima kehadiran Nabi dan kaum Muslimin dengan baik. Mereka dapat bersahabat dan menjalin hubungan dengan kaum Muslimin dengan penuh kekeluargaan. Tetapi setelah mereka mengetahui bahwa Muhammad adalah Nabi yang terakhir yang bukan berasal dari golongan mereka (Bani Israil) sebagaimana yang tertulis dalam kitab Taurat dan berpindahnya kiblat dari Masjidil Aqsa ke Ka’bah serta berhasilnya Rasulullah memegang kekuasaan dan peranan tinggi di Madinah, maka orang-orang Yahudi mulai mengadakan rongrongan dari dalam misalnya mengadu domba kaum Aus dan Khazraj, yang merupakan dua suku besar yang ada di Madinah. Disamping itu, mereka membuat keonaran dikalangan penduduk Madinah dan melanggar perjanjian yang telah disepakati.
b. Rongrongan dari orang Munafik
Rongrongan terhadap kaum Muslimin di Madinah juga dilakukan oleh kaum Munafik. Yaitu kelompok yang meskipun mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, akan tetapi mereka secara rahasia mengadakan tipu daya terhadap kaum muslimin. Kelompok ini dipimpim oleh Abdullah bin Ubai dengan cara menghasut dan memprovokasi diantara kaum Muslimin.
c. Rongrongan dari orang Quraisy
Kaum Quraisy yang mengikuti perkembangn Islam di Madinah, makin hari makin merasa khawatir. Sebab makin hari Islam makin kuat dan berkembang di Madinah. Oleh karena itu maka rongrongan juga terus dilakukan oleh orang Quraisy yang tidak ingin melihat Islam semakin berkembang dan menjadi kuat. Mereka berusaha mengadakan serangan dan tekanan terhadap umat Islam.
Terhadap kelompok ini, Rasulullah bersikap tegas, karena pada waktu itu ayat mengenai peperangan telah turun.
 Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al- Hajj : 39.
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ    
“ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.” (QS Al-Hajj 39)  [14]
Umat Islam di izinkan berperang dalam dua hal :
o untuk mempertahankan diri dan melindungi hak–hak miliknya.
o menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang–orang yang menghalang–halangi.
Oleh karena itu, Rasulullah menyediakan prajurit diluar Madinah tujuannya adalah untuk menghadapi kemungkinan terjadinya serangan mendadak dari suku Quraisy. Peperangan pertama kali yang terjadi antara kaum Muslimin dan Quraisy adalah perang Badar (17 Ramadlan tahun 2 Hijriyah).
Perang inilah yang sangat menentukan masa depan negara Islam pada waktu itu. Dalam perang Badar ini jumlah pasukan antara kaum Muslimin dan Kaum Quraisy tidak imbang. Pasukan kaum Muslimin berjumlah 305 orang sedangkan kaum Quraiys berjumlah 900–1000 orang. Meskipun jumlah pasukan Quraisy lebih banyak, namun dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang sehingga membuat orang-orang Yahudi Madinah yang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat dengan Nabi itu tidak senang.
Kekalahan tersebut akhirnya pada tahun 3 Hijriyah orang Quraisy membalasnya dengan membawa 3000 pasukan, Nabi menyongsong kedatangan mereka dengan 1000 pasukan. Namun Abdullah bin Ubay (seorang munafik) dengan 300 orang. Yahudi membelot, akan tetapi Nabi tetap melanjutkan perjalanannya dengan 700 pasukan dan bertemu musuh di bukit Uhud. Peperangan tersebut kemudian disebut dengan perang Uhud.
Bertitik tolak dari peletakan dasar masyarakat Islam di Madinah, maka terjadilah perubahan sosial yang sangat dramatik dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena Muhammad dengan ajarannya memberi suasana yang kondusif bagi timbulnya peradaban manusia dalam segala bidang disamping, kebenaran ajaran Islam itu sendiri.
Diantara perubahan yang terjadi yang dibawa oleh Rasulullah adalah:
o Segi Agama : bangsa Arab yang semula menyembah berhala berubah menganut agama Islam yang setia.
 Segi kemasyarakatan : yang semula terkenal sebagai masyarakat yang tidak mengenal perikemanusiaan, misalnya saling membunuh, tidak menghargai martabat wanita, berubah menjadi bangsa yang disiplin resprektif terhadap nilai–nilai kemanusiaan sehingga tidak lagi terlihat eksploitasi wanita, dan perbudakan.
o Segi politik , masyarakat Arab tidak lagi sebagai bangsa yang cerai berai karena kesukuan, tetapi berkat ajaran Islam berubah menjadi bangsa yang besar bersatu dibawah bendera Islam, sehingga dalam tempo yang relatif singkat bangsa Arab menjadi bangsa besar yang dikagumi oleh bangsa lainnya.

















BAB III
SIMPULAN

Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Nabi Muhammad selain sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik yang pintar dan cakap. Beliau hanya memimpin dalam waktu 11 tahun, Nabi bisa mempersatukan seluruh jazirah Arab menjadi satu kesatuan yang baik. Dengan kesabaran dan budi pekerti yang baik, Nabi bisa menyebarkan agama Islam dengan baik. Sehingga Islam kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia



















DAFTAR PUSTAKA
-          Departemen Agama RI, AL Qur’an dan Tafsirnya
-          Ali, Jawwad, Al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qabl al-Islam, Beirut. Vol III,1968
-          Nrlavonson, Israel, Al Yahudu fi bilad al-Arabi fi al-Jahiliyyah wa shadr al-Islam,Kairo: Al-I’timad,1927
-           Ibrahim asy-Syarif,Ahmad, Makkah wa al-Madinah fi al-Jahiliyyah wa ‘ahd al-Rasul.
-           Brockelmann,  Carl, History of The Islamic Peoples, London: Routledge & Kegan, 1980
-           














[1] Jawwad Ali, Al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qabl al-Islam,(Beirut. Vol III,1968) Hal. 295
[2]Israel Velavonson, Al Yahudu fi bilad al-Arabi fi al-Jahiliyyah wa shadr al-Islam, (Kairo: Al-I’timad,1927) Hal. 9
[3] Departemen Agama RI, AL Qur’an dan Tafsirnya,al- Baqarah : 102
[4] Ibid, al-Baqarah : 104
[5] Ahmad Ibrahim asy-Syarif, Makkah wa al-Madinah fi al-Jahiliyyah wa ‘ahd al-Rasul, Hal. 315-316
[6] Ibid,Hal.311
[7] Carl Brockelmann,  History of The Islamic Peoples, ( London: Routledge & Kegan, 1980) Hal. 19
[8] Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, ( London : Routletge & Kegan,1980) Hal. 36
[9]. http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah/

[12] Carl Brockelmann,  History of The Islamic Peoples, ( London :Routledge & Kegan,1980) Hal. 37

[14] .Departemen Agama RI, AL Qur’an dan Tafsirnya,al- Hajj : 39