BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Nabi
Muhammad adalah utusan Allah yang membawa risalah, dan hingga saat ini
risalahnya di ikuti oleh masyarakat luas dari berbagai macam ras. Sebuah
perjuangan yang tak ternilai harganya karena telah melewati berbagai macam
tantangan yang sangat berat, hambatan dan ancaman dari musuh orang muslimin.
Dalam mengemban misi dakwah rasulullah sering mendapat penghinaan, pemboikotan
sampai ancaman pembunuhan. Kehidupan yang tidak pernah lepas dari tantangan ini
membuat beliau dan pengikutnya mencari alternatif agar keluar dari lingkungan
yang tidak menunjang, menuju lingkungan yang bisa memberi peluang untuk
melestarikan agama Allah.
Dengan
berdasarkan hal tersebut, maka Nabi dan pengikutnya meninggalkan kota Mekkah
yang merupakan tempat kelahiran beliau untuk mencari tempat yang strategis
dalam menyusun berbagai macam cara mempertahankan agama islam.
Setelah
terjadinya peristiwa baiat Aqabah kedua, Rasulullah dan kaum muslimin memilih
kota Yasrib ( Madinah ) sebagai tempat untuk berlabuh. Disinilah Islam berhasil
memancangkan tonggak Negara di tengah padang pasir yang bergelombang kekufuran
dan kebodohan, dan hal ini merupakan hasil terbaik selama yang diperoleh Islam
semenjak memulai dakwah.
Peristiwa
ini merupakan pilihan terbaik untuk menjaga agama Allah. Dan hijrah ini pula
merupakan peristiwa penting dalam sejarah dakwah Islam, karena hal itu
merupakan awal kemenangan jihad Rasulullah dalam menyampaikan dakwah. Bahkan,
penentuan awal tahun agama Islam dimulai dengan awal terjadinya hijrah kaum
muslimin dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa Rasulullah saw. ini merupakan salah
satu sejarah agama Islam yang sangat menarik untuk di kaji.
B.
Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana
kondisi dan Realitas Madinah menjelang hijrahnya Nabi?
2.
Bagaimana
terbangunnya komunitas muslim di Madinah?
3.
Apa
piagam Madinah dan sejimlah implikasinya?
4.
Bagaimana peletakan dasar-dasar dan konsepsi
islam dalam peradaban social kemasyarakatan di Madinah?
5.
Bagaimana
Madinatul al-Munawwarah dan tipe cally ( amisal ) komunitas muslim?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi dan realitas Madinah menjelang hijrahnya Nabi
Kehidupan masyarakat di Madinah
sebelum Rasulullah hijrah sangat penting untuk di perhatikan. Karena kondisi
ini berbeda dengan kondisi di kota Mekkah. Mengetahui ini merupakan hal yang
sangat penting bagi umat Islam guna meneruskan perjuangan Rasulullah karena
Madinah adalah tempat hijrah Nabi yang telah di tentukan oleh Allah swt.,kota
Madinah juga sebagai dasar beliau berdakwah keseluruh penjuru dunia.
Yatsrib merupakan nama lama Madinah al-Munawwarah. Sumber
ketenangan dengan tanah yang subur dan air yang melimpah dan dikelilingi oleh
bebatuan gunung berapi yang hitam. Wilayah yang paling sentral di Madinah
adalah Harrah Waqim (di bagian timur) dan Harrah al-Warabah (di bagian barat).
Harrah Waqim lebih subur dan lebih padat penduduknya dibandingkan dengan Harrah
al-Warabah.[1]
1.
Keberadaan
agama yahudi
Menurut
bukti sejarah, kaum Yahudi pernah melakukan eksodusnya besar-besaran ke Jazirah
Arab terutama ke Yatsrib. Tepatnya pada abad pertama dan kedua masehi, kemudian
mereka membentuk suatu komunitas Yahudi disana.[2]
Di Madinah terdapat tiga kabilah besar dari
agama yahudi, jumlah pemudanya mencapai 2000 orang lebih. Tiga kabilah yahudi
itu adalah : Qainuqa’, Nadlir, dan Quraizhah. Dan ketiganya saling bermusuhan.
Qainuqa’ tinggal di dalam kota Madinah setelah diusir oleh bani Nadlir dan bani
Quraizhah yang tinggal di luar kota Madinah. Mereka memiliki tempat khusus
untuk belajar agama yahudi, untuk beribadah, dan membicarakan urusan agama
serta dunia. Mereka namakan tempat itu dengan “madaris”. Mereka juga memiliki
syari’at dan aturan khusus, sebagiannya bersumber dari kitab suci mereka dan
sebagian lain dibuat oleh tokoh agama mereka. Orang yahudi di Madinah terkenal
dengan sihir, meracik racun dalam makanan, dan memilih kata- kata yang memiliki
banyak makna. Keahlian mereka dalam sihir menjadi kebanggaan.
Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al
Baqarah:102.
(#qãèt7¨?$#ur $tB (#qè=÷Gs? ßûüÏÜ»u¤±9$# 4n?tã Å7ù=ãB z`»yJøn=ß ( $tBur txÿ2 ß`»yJøn=ß £`Å3»s9ur úüÏÜ»u¤±9$# (#rãxÿx. tbqßJÏk=yèã }¨$¨Y9$# tósÅb¡9$# !$tBur tAÌRé& n?tã Èû÷üx6n=yJø9$# @Î/$t6Î/ |Nrã»yd Vrã»tBur 4 $tBur Èb$yJÏk=yèã ô`ÏB >tnr& 4Ó®Lym Iwqà)t $yJ¯RÎ) ß`øtwU ×poY÷GÏù xsù öàÿõ3s? ( tbqßJ¯=yètGusù $yJßg÷YÏB $tB cqè%Ìhxÿã ¾ÏmÎ/ tû÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÅ_÷ryur 4 $tBur Nèd tûïÍh!$ÒÎ/ ¾ÏmÎ/ ô`ÏB >ymr& wÎ) ÈbøÎ*Î/ «!$# 4 tbqçH©>yètGtur $tB öNèdàÒt wur öNßgãèxÿZt 4 ôs)s9ur (#qßJÎ=tã Ç`yJs9 çm1utIô©$# $tB ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# ïÆÏB 9,»n=yz 4 [ø©Î6s9ur $tB (#÷rtx© ÿ¾ÏmÎ/ öNßg|¡àÿRr& 4 öqs9 (#qçR$2 cqßJn=ôèt ÇÊÉËÈ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).
mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya
Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli
sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan
izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat
kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini
bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah
baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”(Q.S. al- Baqarah : 102)[3]
Mengenai kemampuan mereka dalam menggunakan
kata- kata sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah : 104.
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qä9qà)s? $uZÏãºu (#qä9qè%ur $tRöÝàR$# (#qãèyJó$#ur 3 úïÌÏÿ»x6ù=Ï9ur ë>#xtã ÒOÏ9r& ÇÊÉÍÈ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad): "Raa'ina", tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah".
dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”( Q.S. al – Baqarah : 104 )[4]
Dan mereka juga mengalami kemerosotan moral, suatu hal yang tidak layak terjadi bagi suatu masyarakat bermartabat dan berpegang teguh dengan ajaran samawi. Hal ini terbukti dengan peristiwa seorang wanita Arab yang terangkat bajunya ketika bangun dari tempat duduk, setelah wanita itu menolak untuk memperlihatkan wajah dan akhirnya ujung bagian bawah bajunya diikat pada bagian pundak oleh salah seorang dari mereka. Maka terlihatlah auratnya ketika bangun dari tempat duduk. Selain itu, dari sisi ekonomi mereka berinteraksi kepada selain orang yahudi dengan riba. Mereka menguasai perekonomian penduduk Madinah, sehingga dengan bebas menentukan harga sangat tinggi dalam penjualan barang.
Pola interaksi orang- orang yahudi kepada
kabilah Aus dan Khazraj tidak terlepas dari kemaslahatan kelompok (yahudi) dan
capaian- capaian materi. Mereka mengadu domba kabilah Aus dan Khazraj untuk
menguasai perekonomian Madinah.
Bahasa mereka adalah bahasa Arab, tapi juga menggunakan bahasa Ibriyah yang digunakan dalam peribadatan dan pelajaran.
Bahasa mereka adalah bahasa Arab, tapi juga menggunakan bahasa Ibriyah yang digunakan dalam peribadatan dan pelajaran.
Dari sisi agama, bani Israil secara umum tidak
memiliki semangat untuk mengajak umat lain agar memeluk ajarannya dan
menyebarkan ajaran yahudi dari beberapa sisi adalah terlarang bagi mereka.
Suatu hal yang tak dapat dipungkiri, beberapa orang dari kabilah Aus, Khazraj,
dan kabilah- kabilah Arab lain memeluk ajaran yahudi dengan keinginan mereka,
dengan jalan pernikahan, atau disebabkan hidup dalam lingkungan orang- orang
yahudi.
2.
Bangsa Arab Madinah
Bangsa arab
yang tinggal di Yatsrib terdiri dari dua suku yaitu suku Aus dan Khazraj.
Mereka tinggal di suatu daerah yang wilayah-wilayah suburnya telah diduduki
terlebih dahulu oleh Bangsa Yahudi. Kenyataan ini memaksa kedua suku tersebut
menyingkir ke daerah padang pasir.[5]
Aus dan Khazraj
masih mempunyai hubungan dengan suku Azd Yaman yang berimigrasi dari Yaman ke
utara sekitar tahun 207 M. Di Madinah suku Aus menempati daerah al-‘Awaly
(dataran tinggi) disamping Quraidzah dan Nadhir. Sementara, Khazraj tinggal di
dataran rendah di Madinah sebagai tetangga Qainuna’.[6]
3.
Kondisi sosial agama
Bangsa Arab yang berada di Madinah mengikuti
kabilah Quraisy dan penduduk kota Makkah dalam berkeyakinan juga beribadah.
Mereka menyembah berhala- berhala yang disembah oleh kabilah Quraisy dan
penduduk Hijaz. Berhala Manat bagi penduduk Madinah merupakan berhala tertua
dan mendapatkan penghormatan yang tinggi dari kabilah Aus dan Khazraj.
Sedangkan berhala Lata diagungkan oleh penduduk Thaif, dan Uzza sangat
dihormati oleh penduduk Makkah. Namun di Madinah berhala- berhala itu tidak
tersebar luas seperti di Makkah. Penduduk Madinah sebelum datang Islam memiliki
dua hari (An Nairuz dan Al Mahrajan, dari bahasa Persi) untuk bermain- main dan
bersenang- senang. Ketika Islam datang, nabi Muhammad saw bersabda : “ Allah
telah gantikan dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu hari Fitri dan Adlha
“. (HR. Abu Daud dan An Nasa’i), hadits shahih.
4.
Kondisi ekonomi dan kemajuan kota Madinah
Tanah kota
Madinah yang sangat subur itu menyebabkan penduduknya menyandarkan sumber
hidupnya dari bercocok tanam. Hasil utama kota Madinah adalah buah kurma dan
anggur.[7]
Kota Madinah banyak dihiasi dengan kebun-kebun kurma dan anggur, selain itu
kebun-kebun tersebut juga menghasilkan sayur dan buah-buahan.
Walaupun
demikian, sumber penghidupan masyarakat Madinah bukan tergantung pada bercocok
tanam saja. Ada sebagian dari mereka yang berdagang, namun roda perdagangan di
sana tidak sebesar di Makkah. Di samping itu, sebagian penduduk Madinah ada
juga yang berpenghidupan dari hasil industri dan pada umumnya di akomodir oleh
bangsa Yahudi Madinah.
B.
Pertahapan
terbangunnya komunitas muslim di Madinah.
Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib (
Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk negeri itu. Babak baru dalam
sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah,
Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan
saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain,
dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi.[8]
Fase Madinah adalah Fase perjuangan ganda.
Menegakkan syariat yang baru (Islam) dan menegakkan komunitas muslim.
Perjuangan Dakwah di Madinah mempunyai beban yang lebih berat. Bukan hanya
berdakwah pada orang yang menyekutukan Allah tetapi juga berdakwah pada
kelompok orang yang sebelumnya sudah mempunyai kitab suci (Taurat dan Injil).
C.
Piagam Madinah dan sejumlah implikasiya.
Agar stabilitas masyarakat dapat di
wujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang
Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin
kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di
keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang
politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota
masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam
perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena
menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada
beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama
manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering
disebut dengan konstitusi Madinah. [9]
Piagam Madinah merupakan contoh
konkrit keserasian hidup bernegara dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun
mengakui bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah konsensus bersama antara
berbagai golongan, ras, suku, maupun agama yang paling demokrasi sepanjang
sejarah. Piagam Madinah telah mewariskan prinsip-prinsip yang tahan banting
dalam menata masyarakat pluralistik yang harmonis berlandaskan moral religius
yang agung dan kokoh. Dengan piagam Madinah Rasulullah saw. Telah membuktikan
bahwa islam rahmat bagi seluruh manusia. Pesan-pesan Islam dapat diterima oleh semua
kalangan termasuk pemeluk Yahudi dan Nashrani, sehingga tercipta suatu tatanan
yang adil dan damai. [10]
Adapun isi dari Piagam Madinah
sebagai berikut:
Ini
adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur
hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang
mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari
Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan.
Pertama,
Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk
beribadah menurut agamanya masing-masing.
Kedua,
Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota
masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan
secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
Ketiga,
Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang
sama terhadap negara.
Keempat,
Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa
hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman.
Hak individu diakui.
Kelima,
Asas perdamaian yang berkeadilan.
Keenam,
Asas musyawarah. [11]
D.
Peletakan
dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam pradaban sosial
kemasyarakatan di
Madinah.
Untuk
memperkokoh masyarakat baru tersebut mulailah Nabi meletakkan dasar-dasar untuk
suatu masyarakat yang besar, mengingat penduduk yang tinggal di Madinah bukan
hanya kaum muslimin, tapi juga golongan masyarakat Yahudi dan orang Arab yang
masih menganut agama nenek moyang, maka agar stabilitas masyarakat dapat
terwujudkan Nabi meletakkan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam peradaban
sosial kemasyarakatan di Madinah. [12]
Adapun
dasar-dasar tersebut diantaranya adalah :
a)
Mendirikan Masjid
Setelah
agama Islam datang Rasulullah SAW mempersatukan seluruh suku-suku di Madinah
dengan jalan mendirikan tempat peribadatan dan pertemuan yang berupa masjid dan
diberi nama masjid “Baitullah”. Untuk pembangunan masjid itu, beliau sendiri
ikut bekerja bersama kaum muslimin. Beliau ikut mengangkati batu dan setiap
kali mengangkat batu, beliau berdo’a : “Ya Allah, sesungguhnya pahala itu
adalah pahala akhirat. Berikan rahmat dan pertolongan pada kaum Anshar dan
Muhajirin”
Hal
ini membuat semangat para sahabat Anshar dan Muhajirin menjadi berkobar untuk
selalu berjuang di jalan Allah. Dengan adanya masjid itu, selain dijadikan
sebagai tempat peribadatan juga dijadikan sebagai tempat pertemuan, mengadili
perkara dan lain sebagainya.
b)
Mempersaudarakan antara Anshor dan Muhajirin
Orang-orang
Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta akan tetapi membawa keyakinan
yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran. Sebagai langkah selanjutnya, Nabi
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka diikat dengan tali
persaudaraan dan kasih sayang.
Ajaran
Islam mendukung konsep persaudaraan atas dasar kasih sayang dan kebaikan. Hal
ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw :
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه عن
النبي صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya
: Tidaklah kalian dinyatakan benar-benar beriman sehingga ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
Kaum
Anshar saling berlomba-lomba untuk mendapatkan saudara kaum Muhajirin. Mereka
pun rela memberikan separuh dari harta benda yang mereka punya untuk kaum
Muhajirin. Bahkan kaum Anshar lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin
daripada kepentingan sendiri. Dengan itu Nabi mempersatukan golongan Muhajirin
dan Anshor tersebut dalam suatu persaudaraan dibawah satu keyakinan yaitu
bendera Islam.
c)
Perjanjian bantu membantu antara sesama kaum Muslim dan non Muslim
Setelah
Nabi mampu mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, kemudian Nabi
mengadakan perjanjian untuk saling bantu-membantu atau toleransi antara orang
Islam (Anshar dan Muhajirin) dengan Yahudi Madinah. Selain itu Nabi mengadakan
perjanjian yang berbunyi “kebebasan beragama terjamin buat semua orang-orang di
Madinah”. Dalam perjanjian tersebut ditegaskan secara gamblang penetapan
tentang agama dan harta benda mereka. [13]
E.
Madinatul al- Munawwarah dan tipe cally komunitas muslim
Dengan
terbentuknya negara Madinah, Islam bertambah kuat sehingga perkembangan yang
pesat itu membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan musuh–musuh Islam.
Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala
pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan/tentara dari kalangan Anshar
dan Muhajirin.
Banyak
hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan
kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai
kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga
melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut.
Akan
tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan
demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya :
a.
Rongrongan dari orang Yahudi
Pada
awal hijrah ke Madinah, orang Yahudi menerima kehadiran Nabi dan kaum Muslimin
dengan baik. Mereka dapat bersahabat dan menjalin hubungan dengan kaum Muslimin
dengan penuh kekeluargaan. Tetapi setelah mereka mengetahui bahwa Muhammad
adalah Nabi yang terakhir yang bukan berasal dari golongan mereka (Bani Israil)
sebagaimana yang tertulis dalam kitab Taurat dan berpindahnya kiblat dari
Masjidil Aqsa ke Ka’bah serta berhasilnya Rasulullah memegang kekuasaan dan
peranan tinggi di Madinah, maka orang-orang Yahudi mulai mengadakan rongrongan
dari dalam misalnya mengadu domba kaum Aus dan Khazraj, yang merupakan dua suku
besar yang ada di Madinah. Disamping itu, mereka membuat keonaran dikalangan
penduduk Madinah dan melanggar perjanjian yang telah disepakati.
b.
Rongrongan dari orang Munafik
Rongrongan
terhadap kaum Muslimin di Madinah juga dilakukan oleh kaum Munafik. Yaitu
kelompok yang meskipun mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, akan
tetapi mereka secara rahasia mengadakan tipu daya terhadap kaum muslimin.
Kelompok ini dipimpim oleh Abdullah bin Ubai dengan cara menghasut dan
memprovokasi diantara kaum Muslimin.
c.
Rongrongan dari orang Quraisy
Kaum
Quraisy yang mengikuti perkembangn Islam di Madinah, makin hari makin merasa
khawatir. Sebab makin hari Islam makin kuat dan berkembang di Madinah. Oleh
karena itu maka rongrongan juga terus dilakukan oleh orang Quraisy yang tidak
ingin melihat Islam semakin berkembang dan menjadi kuat. Mereka berusaha
mengadakan serangan dan tekanan terhadap umat Islam.
Terhadap
kelompok ini, Rasulullah bersikap tegas, karena pada waktu itu ayat mengenai
peperangan telah turun.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al- Hajj :
39.
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ
“
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka.” (QS Al-Hajj 39) [14]
Umat
Islam di izinkan berperang dalam dua hal :
o
untuk mempertahankan diri dan melindungi hak–hak miliknya.
o
menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari
orang–orang yang menghalang–halangi.
Oleh
karena itu, Rasulullah menyediakan prajurit diluar Madinah tujuannya adalah
untuk menghadapi kemungkinan terjadinya serangan mendadak dari suku Quraisy.
Peperangan pertama kali yang terjadi antara kaum Muslimin dan Quraisy adalah
perang Badar (17 Ramadlan tahun 2 Hijriyah).
Perang
inilah yang sangat menentukan masa depan negara Islam pada waktu itu. Dalam
perang Badar ini jumlah pasukan antara kaum Muslimin dan Kaum Quraisy tidak
imbang. Pasukan kaum Muslimin berjumlah 305 orang sedangkan kaum Quraiys
berjumlah 900–1000 orang. Meskipun jumlah pasukan Quraisy lebih banyak, namun
dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang sehingga membuat
orang-orang Yahudi Madinah yang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang
dibuat dengan Nabi itu tidak senang.
Kekalahan
tersebut akhirnya pada tahun 3 Hijriyah orang Quraisy membalasnya dengan
membawa 3000 pasukan, Nabi menyongsong kedatangan mereka dengan 1000 pasukan.
Namun Abdullah bin Ubay (seorang munafik) dengan 300 orang. Yahudi membelot,
akan tetapi Nabi tetap melanjutkan perjalanannya dengan 700 pasukan dan bertemu
musuh di bukit Uhud. Peperangan tersebut kemudian disebut dengan perang Uhud.
Bertitik
tolak dari peletakan dasar masyarakat Islam di Madinah, maka terjadilah
perubahan sosial yang sangat dramatik dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan karena Muhammad dengan ajarannya memberi suasana yang kondusif bagi
timbulnya peradaban manusia dalam segala bidang disamping, kebenaran ajaran
Islam itu sendiri.
Diantara
perubahan yang terjadi yang dibawa oleh Rasulullah adalah:
o
Segi Agama : bangsa Arab yang semula menyembah berhala berubah menganut agama
Islam yang setia.
Segi kemasyarakatan : yang semula terkenal
sebagai masyarakat yang tidak mengenal perikemanusiaan, misalnya saling
membunuh, tidak menghargai martabat wanita, berubah menjadi bangsa yang
disiplin resprektif terhadap nilai–nilai kemanusiaan sehingga tidak lagi
terlihat eksploitasi wanita, dan perbudakan.
o
Segi politik , masyarakat Arab tidak lagi sebagai bangsa yang cerai berai karena
kesukuan, tetapi berkat ajaran Islam berubah menjadi bangsa yang besar bersatu
dibawah bendera Islam, sehingga dalam tempo yang relatif singkat bangsa Arab
menjadi bangsa besar yang dikagumi oleh bangsa lainnya.
BAB III
SIMPULAN
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa Nabi Muhammad selain sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan,
pemimpin politik yang pintar dan cakap. Beliau hanya memimpin dalam waktu 11
tahun, Nabi bisa mempersatukan seluruh jazirah Arab menjadi satu kesatuan yang
baik. Dengan kesabaran dan budi pekerti yang baik, Nabi bisa menyebarkan agama
Islam dengan baik. Sehingga Islam kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia
DAFTAR PUSTAKA
-
Departemen
Agama RI, AL Qur’an dan Tafsirnya
-
Ali,
Jawwad, Al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab Qabl al-Islam, Beirut. Vol
III,1968
-
Nrlavonson,
Israel, Al Yahudu fi bilad al-Arabi fi al-Jahiliyyah wa shadr al-Islam,Kairo:
Al-I’timad,1927
-
Ibrahim asy-Syarif,Ahmad, Makkah wa
al-Madinah fi al-Jahiliyyah wa ‘ahd al-Rasul.
-
Brockelmann, Carl, History of The Islamic Peoples,
London: Routledge & Kegan, 1980
-
[1] Jawwad Ali, Al-Mufashshal
fi Tarikh al-Arab Qabl al-Islam,(Beirut. Vol III,1968) Hal. 295
[2]Israel Velavonson, Al
Yahudu fi bilad al-Arabi fi al-Jahiliyyah wa shadr al-Islam, (Kairo:
Al-I’timad,1927) Hal. 9
[3] Departemen Agama RI, AL Qur’an
dan Tafsirnya,al- Baqarah : 102
[4] Ibid, al-Baqarah :
104
[5] Ahmad Ibrahim asy-Syarif, Makkah
wa al-Madinah fi al-Jahiliyyah wa ‘ahd al-Rasul, Hal. 315-316
[6] Ibid,Hal.311
[7] Carl Brockelmann, History of The Islamic Peoples, ( London:
Routledge & Kegan, 1980) Hal. 19
[8] Carl Brockelman, History
of The Islamic Peoples, ( London : Routletge & Kegan,1980) Hal. 36
[9].
http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah/
[12] Carl Brockelmann, History of The Islamic Peoples, (
London :Routledge & Kegan,1980) Hal. 37
[14] .Departemen Agama RI, AL Qur’an
dan Tafsirnya,al- Hajj : 39