BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
untuk kelangsungan hidupnya. Secara tidak sadar telah mengetahui sedikit
tentang bagaimana cara berinteraksi dengan manusia yang lain. Berbagai ilmu social
telah berkembang didunia,dan salah satu diantaranya adalah Sosiologi.
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau mengalami
perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban,
masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal
mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat hanya tertarik pada
masalah-masalah yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan, perang,
kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan, dan lain sebagainya. Dari pemikiran
serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat pada filsafat
kemasyarakatan, dimana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta
kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian, timbullah
perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditujukan untuk menciptakan
kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia selama hidup di dunia ini.[1]
B.
Rumusan Masalah.
1.
Apakah
Pengertian dan Fungsi Teori Sosiologi?
2.
Bagaimana
Teori Masyarakat sebelum August Comte, Sosiologi Comte dan Sesudah Comte?
BAB II
PENGERTIAN DAN FUNGSI TEORI SOSIOLOGI
A.
Pengertian Teori Sosiologi
Suatu
teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau
pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu
yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji ssecara empiris. Oleh sebab
itu, dalam bentuknya yang paling sederhana , suatu teori merupakan hubungan
antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel
merupakan karakteristis dari orang-orang, benda-benda, atau keadaaan yang
mempunyai nilai-nilai yang berbeda, seperti misalnya, usia, jenis kelamin, dan
lain sebagainya.[2]
Sedangkan pengertian sosiologi adalah
suatu ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan yang terjadi dalam
masyarakat (interaksi sosial) dan proses yang terjadi akibat hubungan tersebut
masyarakat, serta mempelajari fakta-fakta yang ada dimasyarakat yang mungkin
dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam masyarakat
tersebut.[3]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pengertian teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis
tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam
masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
B.
Fungsi Teori Sosiologi
Setiap ilmu pasti memiliki fungsi-fungsi tertentu setelah
dipelajari,begitu pula dengan teori sosiologi. Adapun fungsi teori sosiologi
sebagai berikut :
a.
Suatu
teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta
diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.
b.Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan
pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c.
Teori
berguna untuk ebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari
oleh sosiologi.
d.
Suatu
teori akan sangat berguna dalam pengembangan sistem klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-sefinisi yang penting
untuk penelitian.
e.
Pengetahuan
teoretis memberiknan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi social,
yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas
dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.[4]
BAB III
TEORI MASYARAKAT SEBELUM AUGUST COMTE, SOSIOLOGI COMTE DAN SESUDAH
COMTE
A.
Teori Masyarakat Sebelum August Comte
Masa August Comte dipakai
sebagai patokan karena Comte merupakan tokoh yang pertama kali memakai istilah
atau pengertian sosiologi. Namun sebelum istilah ini dicetuskan oleh Comte,
telah banyak pemikiran dari para ilmuwan mengenai ilmu ini, berikut uraiannya:
1. Plato (429-347 SM)
Seorang Filosof Romawi. Plato
menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan[5].
Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia
perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur
pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari
ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis
lembaga-lembaga di dalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukkan hubungan
fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan yang menyeluruh. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika
adalah adanya sistem hukum yang identik dengan moral, oleh karena didasarkan
pada keadilan.[6]
2. Aristoteles (384-322 SM)
Di dalam bukunya Politics,
Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik
dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga
berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian
aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi
antara masyarakat dengan organismebiologis manusia. Disamping itu Aristoteles
menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti
sempit)[7]
3. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Seorang ahli filsafat Arab.
Mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial
dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat
dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya
negara-negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan
masyarakat-masyarakat
pengembara, dengan segala
kekuatan dan kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam
suku-suku clan, negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah
yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama
antara manusia.[8]
4. Zaman Reanissance (1200-1600)
Thomas More dan Campanella.
Sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang
ideal. N. Machiavelli (bukunya Il Principe) Menganalisis
bagaimana mempertahankan kekuasaan. Untuk pertamakalinya politik dipisahkan
dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat.
Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori
politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
5. Hobbes (1588-1679)
Tulisannya berjudul The
Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika.
Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada
keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Akan
tetapi mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh
lebih baik.
Keadaan semacam itu baru dapat
tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak
yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara ketenteraman. Supaya
keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus sepenuhnya mematuhi
pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat
berfungsi sebagaimana mestinya[9].
6. John Locke (1632-1704)
Manusia pada dasarnya
mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas
harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai
wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang
tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat
berhak untuk memilih pihak lain.
7. J.J. Rousseau (1712-1778)
Kontrak antara pemerintah
dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya kolektivitas yang mempunyai
keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda
dengan keinginan masing-masing individu.
8. Saint Simon (1760-1825)
Manusia hendaknya dipejalajari
dalam kehidupan berkelompok. Dalam bukunya Memoirs sur la Science de I’home,
dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu positif. Artinya,
masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode
yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Dia memikirkan
sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi
ajaran-ajarannya mengenai masyarakat.
Masyarakat
bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang
tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang
menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.
B.
Teori Masyarakat Menurut August Comte
Auguste Comte yang pertama-tama mempergunakan istilah
“sosiologi” pada abad 19, tepatnya pada tahun 1839. Sebelumnya, Comte
tidak menggunakan istilah sosiologi bagi ilmu yang baru digagasnya tersebut,
namun ia menggunakan istilah “fisika sosial”. Berbagai pemikiran dan
seluk-beluk mengenai fisika sosial tertuang dalam bukunya yang berjudul Cours
de Philosophie Positive (Filsafat Positif).
Menurut comte sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social
statistics dan social dynamics.
-
Social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan.
-
Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga tersebut berkembang dan
mengalami perkembangan sepanjang masa.
Melalui fisika sosial, Comte berupaya
menciptakan hukum-hukum mengenai masyarakat. Buah pemikiran Comte mengenai
hukum masyarakat yang begitu terkenal dalam Filsafat Positif adalah hukum atau
teorinya mengenai perkembangan masyarakat yang dikenal dengan sebutan The
Law of Human Progress (Hukum Perkembangan Manusia) atau The Law of Three
Stages (Hukum Tiga Pentahapan). Menurutnya, masyarakat bergerak atau
berkembang melalui serangkaian tahapan-tahapan berikut ini,
1.
Tahapan Teologis
Tahapan teologis
ditandai dengan kepercayaan masyarakat bahwa seluruh fenomena alam yang terjadi
pada dasarnya berasal dari kekuatan supranatural layaknya ruh, dewa atau tuhan.
Hal tersebut dapat dimisalkan dengan terjadinya hujan. Berpijak melalui
pemikiran Comte, masyarakat primitif akan menganggap bahwa fenomena hujan
sepenuhnya disebabkan oleh ruh leluhur, dewa atau Tuhan. Kepercayaan masyarakat tersebut, sebagaimana dijelaskan
Comte lebih lanjut, tanpa disertai bukti serta penjelasan-penjelasan ilmiah.
2.
Tahapan Metafisika
Pada tahapan metafisika, Comte menjelaskan
terjadinya pembauran, percampuran atau penyatuan antara kepercayaan
supranatural dengan penjelasan ilmiah dalam masyarakat. Pada masyarakat dalam
tahapan metafisika, fenomena hujan dapat dijelaskan secara ilmiah (hujan
berasal dari air di seluruh permukaan bumi yang menguap dan seterusnya), namun
tetap terbesit keyakinan bahwa serangkaian kejadian tersebut disebabkan pula
oleh Tuhan.
3.
Tahapan Positif
Tahapan terakhir
dalam perkembangan masyarakat menurut
Comte adalah tahapan positif. Menurutnya, masyarakat dalam tahapan tersebut
ditandai dengan pola pikir masyarakat yang sepenuhnya ilmiah di mana
kepercayaan terhadap kekuatan supranatural seperti ruh leluhur, dewa-dewa dan Tuhan
telah ditinggalkan jauh-jauh. Dengan demikian, terkait terjadinya fenomena
hujan, masyarakat dalam tahapan positif akan menganggapnya sebagai fenomena
yang bersifat ilmiah semata
Namun, perlu dicatat kiranya, bahwa pengertian
“filsafat positif” sebagaimana diutarakan Comte tidak serta-merta dapat
diartikan sebagai “filsafat yang baik”. Filsafat positif yang dimaksudkan Comte
menunjuk pada teori dengan tujuan menyusun fakta-fakta yang teramati, atau
“berdasarkan fakta-fakta”. Dengan demikian, istilah positif dapat disamakan
dengan istilah “fakta” atau “faktual” dalam filsafat positif Comte.
Perubahan istilah fisika sosial pada “sosiologi” pada
tahun 1839 dilakukan Comte mengingat ditemuinya salah seorang pakar fisika yang
telah menggunakan istilah tersebut kala
itu. Peran berikut kedudukan Comte sebagai pencetus disiplin sosiologi dan
filsafat positif menyebabkannya mendapat gelar sebagai “bapak sosiologi”
serta “bapak positivisme” di kemudian hari.[10]
C.
Teori Masyarakat Sesudah August Comte
Teori-teori sesudah Comte banyak yang dipengaruhi oleh ilmu-ilmu
lain,misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu hukum, dan lain
sebagainya. Teori-teori tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa mazhab sebagai
berikut :
1.
Mazhab Geografi dan Lingkungan
Ajaran-ajaran atau teori-teori yang masuk dalam mazhab ini telah
lama berkembang. Dengan kata lain, jarang sekali terjadi bahwa ahli pemikir
menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau lingkungan dimana
masyarakat tadi berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila
ada tempat berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
2.
Mazhab Organis dan Evoluioner
Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi, dalam arti luas,
banyak mempengaruhi teori-teori sosiologi. Memang perlu diakui bahwa sejak abad
pertengahan banyak ahli pikir masyarakat yang mengadakan analogi antara
masyarakat manusia dengan organisme manusia. Beberapa abad kemudian pengaruh
tersebut muncul kembali dan salah seorang terkemuka dari ajaran ini adalah
Herbert Spencer (1820-1903).
Suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks
dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya. Dan unsur baku dalam
masyarakat adalah faktor solidaritas. Sedangkan Dasar dalam melakukan hubungan
disatu pihak adalah faktor perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama.[11]
3.
Mazhab Formal.
Ahli-ahli pikir yang menonjol dari mazhab ini kebanyakan dari
jerman, sangat terpengaruh oleh ajaran-ajaran dan filsafat Immanuel Kant. Salah
seorang diantaranya Georg Simmel (1858-1918). Menurut Simmel, elemen-elemen
masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan
antara elemen-elemen tersebut.[12]
4.
Mazhab Psikologi
Di antara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada
psikologi adalah Gabriel Tarde (1843-1904) dari prancis. Dia mulai dengan suatu
dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang
terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri
dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
5.
Mazhab Ekonomi
Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari Karl Marx
(1818-1883) dan Mark Weber (1864-1920) dengan catatan bahwa ajaran-ajaran Mark
Weber sebenarnya mengandung aneka macam segi sebagaimana halnya dengan
Durkheim.
Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk
membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan
masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial.[13]
6.
Mazhab Hukum
Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim menaruh perhatian
yang besar terhadap hukum yang di hubungkan dengan jenis – jenis solidaritas
yang terdapat di dalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah
yang bersanksi yang berat ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, serta keyakinan
masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan.[14]
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau
struktur logis tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam
masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
2.
Fungsi
teori sosiologi
a.
Ikhtisar
hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya
b.
Memberikan
petunjuk dalam mempelajari sosiologi.
c.
Mempertajam
fakta yang dipelajari sosiologi.
d.
Mengembangkan
sistem klasifikasi fakta, struktur konsep-konsep dan definisi-definisi yang
penting untuk penelitian.
e.
Memberi
kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial.
3.
Teori
masyarakat sebelum August Comte
a.
Plato
(429-347 SM)
Masyarakat
sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan.
b.
Aristoteles
(384-322 SM)
Basis
masyarakat adalah moral (etika dalam arti sempit).
c.
Ibnu
Khaldun (1332-1406)
Faktor yang
menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara, dan sebagainya,
adalah rasa solidaritas.
d.
Zaman
Reanissance (1200-1600)
Teori-teori
politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
e.
Hobbes
(1588-1679)
Dalam keadaan
alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga
manusia selalu berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai pikiran bahwa hidup
damai dan tenteram adalah jauh lebih baik.
f.
John
Locke (1632-1704)
Kontrak antara
warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar
faktor pamrih.
g.
J.J.
Rousseau (1712-1778)
Kontrak antara
pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya kolektivitas yang
mempunyai keinginan umum yang berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
h.
Saint
Simon (1760-1825)
Masyarakat
bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang
tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
4.
Teori
masyarakat menurut August Comte
Masyarakat bergerak atau berkembang melalui
serangkaian tahapan-tahapan
a.
Tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia
ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan
oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia
b.
Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di
dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.
c.
Tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk
berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
5.
Teori
masyarakat sesudah August Comte
a.
Mazhab
Geografi dan Lingkungan
Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat
berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
b.
Mazhab
Organis dan Evoluioner
Suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks
dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya
c.
Mazhab
Formal
Elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk
yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut.
d.
Mazhab
Psikologi
Gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari
interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari
kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
e.
Mazhab
Ekonomi
Perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu
keadaan dimana ada keadilan sosial.
f.
Mazhab
Hukum
Hukum adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringannya
tergantung pada sifat pelanggaran, serta keyakinan masyarakat tentang baik
buruknya suatu tindakan.
Daftar Pustaka
Soerjono Soekanto, 2002, Mengenal 7 Tokoh Sosiologi.
Jakarta: Grafindo.
Soekanto,Soerjono,
2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Wardi Bachtiar, 2006, Sosiologi Klasik, Bandung: Rosda.
[1] Soerjono
Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal.2
[2] Soerjono
Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal.
26
[3] Teori Dan Kegunaan Teori Sosiologi Http://Smart-Than-Before.Blogspot.Com/2011/12/V-Behaviorurldefaultvmlo.Html
[4] Soerjono
Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal 26
[5] Tokoh-Tokoh Sosiologi
Sebelum Comte, Http://Winkoes.Blogspot.Com/2012/08/Tokoh-Tokoh-Sosiologi-Sebelum-Comte.Html
[6] Lihatlah P. Friedlander,Plato:
An Introduction, (New York And Evariston : Harper & Row Publishers, 1967).
[7] Tokoh-Tokoh Sosiologi
Sebelum Comte, Http://Winkoes.Blogspot.Com/2012/08/Tokoh-Tokoh-Sosiologi-Sebelum-Comte.Html
[8] Wardi
Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 111
[9] Wardi
Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 115
[10] Soerjono
Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) hal.
35
[11] Wardi
Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 127
[12] Ibid,
hal 135
[13] . Henri
Lefebvre, The Sociology Of Marx, A Vintage Book, ( New York: A Vintage
Book,1969), Hal. 34
[14] Soerjono
Soekanto, Mengenal 7 Tokoh Sosiologi (Jakarta: Grafindo, 2002) Hal. 86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar