Senin, 07 April 2014

sosiologi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk kelangsungan hidupnya. Secara tidak sadar telah mengetahui sedikit tentang bagaimana cara berinteraksi dengan manusia yang lain. Berbagai ilmu social telah berkembang didunia,dan salah satu diantaranya adalah Sosiologi.
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat hanya tertarik pada masalah-masalah yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan, perang, kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan, dan lain sebagainya. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat pada filsafat kemasyarakatan, dimana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian, timbullah perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditujukan untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia selama hidup di dunia ini.[1]

B.     Rumusan Masalah.
1.   Apakah Pengertian dan Fungsi Teori Sosiologi?
2.   Bagaimana Teori Masyarakat sebelum August Comte, Sosiologi Comte dan Sesudah Comte?



BAB II
PENGERTIAN DAN FUNGSI TEORI SOSIOLOGI


A.    Pengertian Teori Sosiologi
Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji ssecara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana , suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel merupakan karakteristis dari orang-orang, benda-benda, atau keadaaan yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda, seperti misalnya, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.[2]
Sedangkan pengertian sosiologi adalah suatu ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan yang terjadi dalam masyarakat (interaksi sosial) dan proses yang terjadi akibat hubungan tersebut masyarakat, serta mempelajari fakta-fakta yang ada dimasyarakat yang mungkin dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam masyarakat tersebut.[3]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.

B.     Fungsi Teori Sosiologi
Setiap ilmu pasti memiliki fungsi-fungsi tertentu setelah dipelajari,begitu pula dengan teori sosiologi. Adapun fungsi teori sosiologi sebagai berikut :
a. Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.
b.Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c. Teori berguna untuk ebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.
d.                  Suatu teori akan sangat berguna dalam pengembangan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-sefinisi yang penting untuk penelitian.
e. Pengetahuan teoretis memberiknan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi social, yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.[4]















BAB III
TEORI MASYARAKAT SEBELUM AUGUST COMTE, SOSIOLOGI COMTE DAN SESUDAH COMTE


A.    Teori Masyarakat Sebelum August Comte
Masa August Comte dipakai sebagai patokan karena Comte merupakan tokoh yang pertama kali memakai istilah atau pengertian sosiologi. Namun sebelum istilah ini dicetuskan oleh Comte, telah banyak pemikiran dari para ilmuwan mengenai ilmu ini, berikut uraiannya:
1.      Plato (429-347 SM)
Seorang Filosof Romawi. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan[5]. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga di dalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukkan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya sistem hukum yang identik dengan moral, oleh karena didasarkan pada keadilan.[6]
2.      Aristoteles (384-322 SM)
Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organismebiologis manusia. Disamping itu Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti sempit)[7]
3.      Ibnu Khaldun (1332-1406)
Seorang ahli filsafat Arab. Mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara-negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan masyarakat-masyarakat
pengembara, dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia.[8]
4.      Zaman Reanissance (1200-1600)
Thomas More dan Campanella. Sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. N. Machiavelli (bukunya Il Principe) Menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Untuk pertamakalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
5.      Hobbes (1588-1679)
Tulisannya berjudul The Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik.
Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara ketenteraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya[9].
6.      John Locke (1632-1704)
Manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain.
7.      J.J. Rousseau (1712-1778)
Kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
8.       Saint Simon (1760-1825)
Manusia hendaknya dipejalajari dalam kehidupan berkelompok. Dalam bukunya Memoirs sur la Science de I’home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajarannya mengenai masyarakat.
Masyarakat bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.

B.  Teori Masyarakat Menurut August Comte
Auguste Comte yang pertama-tama mempergunakan istilah “sosiologi” pada abad 19, tepatnya pada tahun 1839. Sebelumnya, Comte tidak menggunakan istilah sosiologi bagi ilmu yang baru digagasnya tersebut, namun ia menggunakan istilah “fisika sosial”. Berbagai pemikiran dan seluk-beluk mengenai fisika sosial tertuang dalam bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive (Filsafat Positif).
Menurut comte sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics.
-          Social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan.
-          Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.
Melalui fisika sosial, Comte berupaya menciptakan hukum-hukum mengenai masyarakat. Buah pemikiran Comte mengenai hukum masyarakat yang begitu terkenal dalam Filsafat Positif adalah hukum atau teorinya mengenai perkembangan masyarakat yang dikenal dengan sebutan The Law of Human Progress (Hukum Perkembangan Manusia) atau The Law of Three Stages (Hukum Tiga Pentahapan). Menurutnya, masyarakat bergerak atau berkembang melalui serangkaian tahapan-tahapan berikut ini,
1.      Tahapan Teologis
Tahapan  teologis ditandai dengan kepercayaan masyarakat bahwa seluruh fenomena alam yang terjadi pada dasarnya berasal dari kekuatan supranatural layaknya ruh, dewa atau tuhan. Hal tersebut dapat dimisalkan dengan terjadinya hujan. Berpijak melalui pemikiran Comte, masyarakat primitif akan menganggap bahwa fenomena hujan sepenuhnya disebabkan oleh ruh leluhur, dewa atau Tuhan. Kepercayaan  masyarakat tersebut, sebagaimana dijelaskan Comte lebih lanjut, tanpa disertai bukti serta penjelasan-penjelasan ilmiah.
2.      Tahapan Metafisika
Pada tahapan metafisika, Comte menjelaskan terjadinya pembauran, percampuran atau penyatuan antara kepercayaan supranatural dengan penjelasan ilmiah dalam masyarakat. Pada masyarakat dalam tahapan metafisika, fenomena hujan dapat dijelaskan secara ilmiah (hujan berasal dari air di seluruh permukaan bumi yang menguap dan seterusnya), namun tetap terbesit keyakinan bahwa serangkaian kejadian tersebut disebabkan pula oleh Tuhan.
3.      Tahapan Positif
Tahapan  terakhir dalam  perkembangan masyarakat menurut Comte adalah tahapan positif. Menurutnya, masyarakat dalam tahapan tersebut ditandai dengan pola pikir masyarakat yang sepenuhnya ilmiah di mana kepercayaan terhadap kekuatan supranatural seperti ruh leluhur, dewa-dewa dan Tuhan telah ditinggalkan jauh-jauh. Dengan demikian, terkait terjadinya fenomena hujan, masyarakat dalam tahapan positif akan menganggapnya sebagai fenomena yang bersifat ilmiah semata
Namun, perlu dicatat kiranya, bahwa pengertian “filsafat positif” sebagaimana diutarakan Comte tidak serta-merta dapat diartikan sebagai “filsafat yang baik”. Filsafat positif yang dimaksudkan Comte menunjuk pada teori dengan tujuan menyusun fakta-fakta yang teramati, atau “berdasarkan fakta-fakta”. Dengan demikian, istilah positif dapat disamakan dengan istilah “fakta” atau “faktual” dalam filsafat positif Comte.
Perubahan  istilah fisika sosial pada “sosiologi” pada tahun 1839 dilakukan Comte mengingat ditemuinya salah seorang pakar fisika yang telah menggunakan  istilah tersebut kala itu. Peran berikut kedudukan Comte sebagai pencetus disiplin sosiologi dan filsafat positif menyebabkannya mendapat gelar sebagai “bapak sosiologi” serta “bapak positivisme” di kemudian hari.[10]

C.    Teori Masyarakat Sesudah August Comte
Teori-teori sesudah Comte banyak yang dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain,misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu hukum, dan lain sebagainya. Teori-teori tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa mazhab sebagai berikut :
1.      Mazhab Geografi dan Lingkungan
Ajaran-ajaran atau teori-teori yang masuk dalam mazhab ini telah lama berkembang. Dengan kata lain, jarang sekali terjadi bahwa ahli pemikir menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau lingkungan dimana masyarakat tadi berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
2.      Mazhab Organis dan Evoluioner
Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi, dalam arti luas, banyak mempengaruhi teori-teori sosiologi. Memang perlu diakui bahwa sejak abad pertengahan banyak ahli pikir masyarakat yang mengadakan analogi antara masyarakat manusia dengan organisme manusia. Beberapa abad kemudian pengaruh tersebut muncul kembali dan salah seorang terkemuka dari ajaran ini adalah Herbert Spencer (1820-1903).
Suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya. Dan unsur baku dalam masyarakat adalah faktor solidaritas. Sedangkan Dasar dalam melakukan hubungan disatu pihak adalah faktor perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama.[11]
3.      Mazhab Formal.
Ahli-ahli pikir yang menonjol dari mazhab ini kebanyakan dari jerman, sangat terpengaruh oleh ajaran-ajaran dan filsafat Immanuel Kant. Salah seorang diantaranya Georg Simmel (1858-1918). Menurut Simmel, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut.[12]
4.      Mazhab Psikologi
Di antara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada psikologi adalah Gabriel Tarde (1843-1904) dari prancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
5.      Mazhab Ekonomi
Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari Karl Marx (1818-1883) dan Mark Weber (1864-1920) dengan catatan bahwa ajaran-ajaran Mark Weber sebenarnya mengandung aneka macam segi sebagaimana halnya dengan Durkheim.
Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial.[13]
6.      Mazhab Hukum
Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap hukum yang di hubungkan dengan jenis – jenis solidaritas yang terdapat di dalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan.[14]



BAB IV
KESIMPULAN


1.      Teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
2.      Fungsi teori sosiologi
a.       Ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya
b.      Memberikan petunjuk dalam mempelajari sosiologi.
c.       Mempertajam fakta yang dipelajari sosiologi.
d.      Mengembangkan sistem klasifikasi fakta, struktur konsep-konsep dan definisi-definisi yang penting untuk penelitian.
e.       Memberi kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial.
3.      Teori masyarakat sebelum August Comte
a.       Plato (429-347 SM)
Masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan.
b.      Aristoteles (384-322 SM)
Basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti sempit).
c.       Ibnu Khaldun (1332-1406)
Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas.
d.      Zaman Reanissance (1200-1600)
Teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
e.       Hobbes (1588-1679)
Dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik.
f.       John Locke (1632-1704)
Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih.
g.      J.J. Rousseau (1712-1778)
Kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya kolektivitas yang mempunyai keinginan umum yang berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
h.      Saint Simon (1760-1825)
Masyarakat bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
4.      Teori masyarakat menurut August Comte
Masyarakat bergerak atau berkembang melalui serangkaian tahapan-tahapan
a.       Tahap teologis, ialah  tingkat  pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan  itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia
b.      Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.
c.       Tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
5.      Teori masyarakat sesudah August Comte
a.       Mazhab Geografi dan Lingkungan
Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
b.      Mazhab Organis dan Evoluioner
Suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya
c.       Mazhab Formal
Elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut.
d.      Mazhab Psikologi
Gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
e.       Mazhab Ekonomi
Perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial.
f.       Mazhab Hukum
Hukum adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan.




















Daftar Pustaka

Soerjono Soekanto, 2002, Mengenal 7 Tokoh Sosiologi. Jakarta: Grafindo.
Soekanto,Soerjono, 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Wardi Bachtiar, 2006, Sosiologi Klasik, Bandung: Rosda.


  











                                                           


           




[1] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal.2
[2] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal. 26
[4] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) Hal 26
[6] Lihatlah P. Friedlander,Plato: An Introduction, (New York And Evariston : Harper & Row Publishers, 1967).
[8] Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 111
[9] Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 115
[10] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2007) hal. 35
[11] Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: Rosda, 2006). Hal 127
[12] Ibid, hal 135
[13] . Henri Lefebvre, The Sociology Of Marx, A Vintage Book, ( New York: A Vintage Book,1969), Hal. 34
[14] Soerjono Soekanto, Mengenal 7 Tokoh Sosiologi (Jakarta: Grafindo, 2002) Hal. 86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar