BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Mempelajari
ilmu ushul fiqh sangat penting bagi kita,karena hal itu untuk memahami syari’at
Islam,para ulama ushul fiqh mengemukakan dua pendekatan,yaitu selain melalui
pendekatan maqashid syari’at (tujuan syara’ dalam menetapkan hukum) juga
melalui kaidah-kaidah kebahasaan. Diantara kaidah kebahasaan yang digunakan
untuk menetapkan dan menerangkan hukum-hukum syari’at adalah amr dan nahi.Sebab
kebanyakan hukum-hukum syari’at yang taklif ditetapkan atas adanya tututan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan atau tuntutan untuk meninggalkannya.[1]
Dalam makalah ini akan dibahas tentang nahi sebagai salah satu
kaidah kebahasaan untuk menetapkan dan menerangkan tuntutan untuk meninggalkan
suatu perbuatan.
B.
Rumusan
Masalah.
Dari latar
belakang di atas maka kami merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut
:
1.
Apakah pengertian al-Nahi?
2.
Apa saja shighat al-Nahi?
3.
Bagaimana kegunaan shighat al-Nahi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian.
Adapun menurut syara’ ialah :
طلب الترك من الاعلى الى الادنى
“ Memerintah meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi
tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”[3]
B.
Shighat al-Nahi
Shighat al-Nahi merupakan tuntutan yang berisi larangan, maka
bagian ini akan diuraikan berbagai macam shighat al-Nahi.Adapun bentuk shighat
al-Nahi itu adalah:
1.
Fi’il Mudhari’ yang dihubungkan
dengan لا ناهيه yaitu yang menunjukkan larangan atau menyatakan tidak boleh
melakukan perbuatan.sebagaimana firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat
32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ
سَبِيلًا
“ Dan janganlah
kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
dan suatu jalan yang buruk.”(Q.S. al-Isra’ :32)
2.
Kata yang berbentuk perintah untuk
meninggalkan suatu perbuatan.Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Hajj:30
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ
الزُّورِ
“Maka
jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta.”(Q.S.al-Hajj:30)
3. Menggunakan
kata ( نهي
) itu sendiri dalam kalimat.sebagaimana dalam firman Allah
لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“ Dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran
kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S.al-Nahl:23)
4.
Jumlah Khabariyah, yaitu kalimat
berita yang digunakan untuk menunjukkan larangan dengan cara pengharaman
sesuatu atau menyatakan tidak halalnya sesuatu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا
النِّسَاءَ كَرْهًا
“ Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa ( Q.S. an-Nisa’ : 19)
Dari keempat macam bentuk yang telah disebutkan di atas, merupakan
shighat al-Nahi yang dapat digolongkan kepada larangan.Akan tetapi, menurut
Mustafa Said al-Khin,bahwa shighat al-Nahi yang sebenarnya adalah fi’il
mudhari’, yang dimasuki atau yang dihubungkan dengan ( لاناهيه )
Pada dasarnya,terdapat keempat shighat al-Nahi yang telah
disebutkan di atas tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul
fiqih.[4]
C. Penggunaan Shighat al-Nahi
Pada dasarnya nahi menunjukkan arti haram. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S.al-Isra’ : 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ
سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang
buruk.”(Q.S.al-Isra’:32)
Akan tetapi
dalam pemakaian bahasa Arab,terkadang bentuk nahi digunakan untuk beberapa arti
(maksud) yang bukan asli yang maksudnya dapat diketahui dari susunan perkataan
itu yang antara lain:
1.
Untuk menunjukkan makruh ( للكراهة ) sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
لا تصلواع في
اعطان الابل
“janganlah
shalat ditempat peristirahatan unta” (H.R. Turmudzi)
Larangan hadits
tersebut di atas untuk menunjukkan makruh karena kurang bersih walaupun suci.
2.
Untuk menyatakan permohonan (( للدعاء,sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah : 286
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa
atau Kami tersalah.”(Q.S.al-Baqarah : 286)
Perkataan “
janganlah Engkau hukum kami…”bukan menunjukkan larangan sebab manusia tidak
berhak melarang Allah karena manusia di bawah kekuasaan-Nya,tetapi perkataan
itu menunjukkan permohonan sebagai doa kepada Allah.
3.
Untuk menunjukkan pengarahan atau
bimbingan ( للارشاد ),sebagaimana firman Allah dalam .Q.S. al-Maidah :101.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا
عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا
وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu
menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu,
Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”(Q.S. al-Maidah : 101)
Larangan ini sebagai pelajaran agar
kita jangan selalu menanyakan sesuatu yang akan merugikan diri,terutama hal-hal
yang menyangkut hubungan antara manusia dan manusiaagar hubungan itu senantiasa
baik antara satu dengan yang lain.
4.
Untuk memutusasakan (للتيئيس ),
dalam firman Allah dalam Q.S. al-Tahrim : 7
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا
تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“ Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada
hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi Balasan menurut apa yang kamu
kerjakan.”(Q.S. al-Tahrim:7)
5.
Untuk menghibur (للائتناس ), dalam firman Allah dalam
Q.S.al-Taubah :40
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
"Janganlah
kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (Q.S. al-taubah:40)
6.
Untuk ancaman ( للتهديد ),misalnya
ucapan kepada pelayan:
لا تطع امري
"
tak
usah engkau turuti perintah ini”
Yang dimaksud
bukan untuk melarang,melainkan menggertak agar ia takut.[5]
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Nahi adalah tuntutan untuk tidak
melakukan suatu perbatan dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih
rendah tingkatannya.
2.
Shighat atau bentu al-Nahi itu ada
empat:
a.
Fi’il mudhari’ yang dihubungkan
dengan laa Naahiyah.
b.
Kata yang berbentuk perintah untuk
meninggalkan sesuatu.
c.
Menggunakan kata ( نهي ) itu sendiridalam
kalimat.
d.
Jumlah Khabariyah.
3.
Shighat al-Nahi pada dasarnya utuk
menunjukkan arti haram.Namun,bisa menuntut arti selain haram.Diantaranya
adalah:
a.
Untuk menunjukkan makruh.
b.
Untuk menyatakan permohonan.
c.
Untuk mennjukkan pengarahan atau
bimbingan.
d.
Untuk memutusasakan.
e.
Untuk menghibur
f.
Untuk ancaman
B.
Penutup
Demikianlah sedikit
uraian mengenai nahi semoga bermanfaat dan dapat dikembangkan untuk penelitian
selanjutnya.Amin.
Daftar Pustaka
Zahrah,
Muhammad Abu, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr al‐Arabi,
1958
Hakim, Abd. Hamid.Mabadi’
Awwaliyah. Jakarta: Maktabah al-Sa’idiyah
Romli, Muqaranah
Mazahib Fil Ushul.Jakarta: Gaya Media Pratama
Rifa’i, Moh., Ushul Fiqih. Bandung: PT Al-Ma’arif
[1] Hal
ini terkait hukum‐hukum syari’at
yang oleh mayoritas ulama ushul fiqh dibagi kepada dua bagian besar, yaitu
hukum taklifi dan hukum wad’i. lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr al‐Arabi, 1958, hal. 26‐28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar