Sabtu, 12 Oktober 2013

al Nahi ( ushul fiqh )



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.
Mempelajari ilmu ushul fiqh sangat penting bagi kita,karena hal itu untuk memahami syari’at Islam,para ulama ushul fiqh mengemukakan dua pendekatan,yaitu selain melalui pendekatan maqashid syari’at (tujuan syara’ dalam menetapkan hukum) juga melalui kaidah-kaidah kebahasaan. Diantara kaidah kebahasaan yang digunakan untuk menetapkan dan menerangkan hukum-hukum syari’at adalah amr dan nahi.Sebab kebanyakan hukum-hukum syari’at yang taklif ditetapkan atas adanya tututan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tuntutan untuk meninggalkannya.[1]
Dalam makalah ini akan dibahas tentang nahi sebagai salah satu kaidah kebahasaan untuk menetapkan dan menerangkan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan.

B.   Rumusan Masalah.
Dari latar belakang di atas maka kami merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1.    Apakah pengertian al-Nahi?
2.    Apa saja shighat al-Nahi?
3.    Bagaimana kegunaan shighat al-Nahi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian.
Secara etimologi, al-Nahi  berasal dari bahasa arab (النهي ) yang artinya mencegah atau melarang.[2]
Adapun menurut syara’ ialah :
طلب الترك من الاعلى الى الادنى
Memerintah meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”[3]

B.   Shighat al-Nahi
Shighat al-Nahi merupakan tuntutan yang berisi larangan, maka bagian ini akan diuraikan berbagai macam shighat al-Nahi.Adapun bentuk shighat al-Nahi itu adalah:
1.      Fi’il Mudhari’ yang dihubungkan dengan لا ناهيه yaitu yang menunjukkan larangan atau menyatakan tidak boleh melakukan perbuatan.sebagaimana firman Allah dalam surat al-Isra’  ayat 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا  
“ Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”(Q.S. al-Isra’ :32)
2.      Kata yang berbentuk perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan.Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Hajj:30
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ  
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”(Q.S.al-Hajj:30)
3.      Menggunakan kata ( نهي ) itu sendiri dalam kalimat.sebagaimana dalam firman Allah
لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“ Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S.al-Nahl:23)
4.      Jumlah Khabariyah, yaitu kalimat berita yang digunakan untuk menunjukkan larangan dengan cara pengharaman sesuatu atau menyatakan tidak halalnya sesuatu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
“ Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa ( Q.S. an-Nisa’ : 19)
Dari keempat macam bentuk yang telah disebutkan di atas, merupakan shighat al-Nahi yang dapat digolongkan kepada larangan.Akan tetapi, menurut Mustafa Said al-Khin,bahwa shighat al-Nahi yang sebenarnya adalah fi’il mudhari’, yang dimasuki atau yang dihubungkan dengan ( لاناهيه )
Pada dasarnya,terdapat keempat shighat al-Nahi yang telah disebutkan di atas tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul fiqih.[4]

C.  Penggunaan Shighat al-Nahi
Pada dasarnya nahi menunjukkan arti haram. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.al-Isra’ : 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا  
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”(Q.S.al-Isra’:32)
Akan tetapi dalam pemakaian bahasa Arab,terkadang bentuk nahi digunakan untuk beberapa arti (maksud) yang bukan asli yang maksudnya dapat diketahui dari susunan perkataan itu yang antara lain:
1.      Untuk menunjukkan makruh ( للكراهة ) sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
لا تصلواع في اعطان الابل
            “janganlah shalat ditempat peristirahatan unta” (H.R. Turmudzi)
Larangan hadits tersebut di atas untuk menunjukkan makruh karena kurang bersih walaupun suci.
2.      Untuk menyatakan permohonan ((  للدعاء,sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah : 286
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.”(Q.S.al-Baqarah : 286)
Perkataan “ janganlah Engkau hukum kami…”bukan menunjukkan larangan sebab manusia tidak berhak melarang Allah karena manusia di bawah kekuasaan-Nya,tetapi perkataan itu menunjukkan permohonan sebagai doa kepada Allah.
3.      Untuk menunjukkan pengarahan atau bimbingan ( للارشاد ),sebagaimana firman Allah dalam .Q.S. al-Maidah :101.
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”(Q.S. al-Maidah : 101)
            Larangan ini sebagai pelajaran agar kita jangan selalu menanyakan sesuatu yang akan merugikan diri,terutama hal-hal yang menyangkut hubungan antara manusia dan manusiaagar hubungan itu senantiasa baik antara satu dengan yang lain.
4.      Untuk memutusasakan (للتيئيس ), dalam firman Allah dalam Q.S. al-Tahrim : 7
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ  
“ Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi Balasan menurut apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. al-Tahrim:7)
5.      Untuk menghibur (للائتناس ), dalam  firman Allah dalam Q.S.al-Taubah :40
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
"Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (Q.S. al-taubah:40)
6.      Untuk ancaman ( للتهديد ),misalnya ucapan kepada pelayan:
لا تطع امري
"  tak usah engkau turuti perintah ini”
Yang dimaksud bukan untuk melarang,melainkan menggertak agar ia takut.[5]

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Nahi adalah tuntutan untuk tidak melakukan suatu perbatan dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih rendah tingkatannya.
2.    Shighat atau bentu al-Nahi itu ada empat:
a.     Fi’il mudhari’ yang dihubungkan dengan laa Naahiyah.
b.     Kata yang berbentuk perintah untuk meninggalkan sesuatu.
c.     Menggunakan kata ( نهي ) itu sendiridalam kalimat.
d.     Jumlah Khabariyah.
3.    Shighat al-Nahi pada dasarnya utuk menunjukkan arti haram.Namun,bisa menuntut arti selain haram.Diantaranya adalah:
a.    Untuk menunjukkan makruh.
b.    Untuk menyatakan permohonan.
c.    Untuk mennjukkan pengarahan atau bimbingan.
d.    Untuk memutusasakan.
e.    Untuk menghibur
f.     Untuk ancaman

B.   Penutup
Demikianlah sedikit uraian mengenai nahi semoga bermanfaat dan dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.Amin.

Daftar Pustaka

Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr alArabi, 1958
Hakim, Abd. Hamid.Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta: Maktabah al-Sa’idiyah
Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul.Jakarta: Gaya Media Pratama
Rifa’i, Moh., Ushul Fiqih. Bandung: PT Al-Ma’arif




[1] Hal ini terkait hukumhukum syari’at yang oleh mayoritas ulama ushul fiqh dibagi kepada dua bagian besar, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i. lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr alArabi, 1958, hal. 2628 
[2] Moh. Rifa’i, Ushul Fiqih. Bandung: PT.Al-Ma’arif,hal.42
[3] Abd. Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta: Maktabah al-Sa’idiyah Putra.Hal.8
[4] Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul.Jakarta: Gaya Media Pratama.Hal.189-190
[5] Moh.Rifa’i, Ushul Fiqih.Bandung: PT Al-Ma’arif.Hal:44-46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar