BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits Nabi SAW. merupakan sumber hukum ke dua bagi umat islam, yang mana kedudukannya
setelah Al Qur’an. Keberadaan Hadits merupakan realitas nyata dari
ajaran Islam yang terkandung dalam Al Quran. Hal ini karena tugas Rasul adalah
sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam
risalah yakni Al Quran. Sedangkan Hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan
dan praktek dari ajaran Al Quran itu sendiri.
Kendati
demikian, keberadaan Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al
Quran yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah
SAW. maupun para shahabat berkaitan dengan penulisannya. Bahkan Al Quran telah
secara resmi dikodifikasikan sejak masa khalifah Abu Bakar As Shiddiq yang
dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang merupakan waktu yang relatif dekat
dengan masa Rasulullah SAW.. Hal ini terjadi mengingat
pada awalnya Rasulullah SAW.
melarang para shahabat untuk menulis hadits,
namun akhirnya Rasulullah mengizinkan shahabat Abdullah bin Amru bin Ash untuk
menulis hadits-hadits beliau, sehingga ada beberapa shahabat yang telah
memiliki hadits-hadits Rasulullah SAW. dalam bentuk Shahifah. Menyikapi wacana
ini para ulama’ memiliki pandangan pandangan tersendiri sehingga membuat kedua
hal ini tidak bertentangan.
Penulisan hadits secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan
Umar bin Abddul Aziz khalifah Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101
Hijriyah, waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah SAW. Kenyataan ini telah
memicu berbagai spekulasi berkaitan
dengan otentisitas Hadits. Disamping itu keberadaan shahifah-shahifah shahabat
ini tidak sampai ke masa sekarang.
Jadi penulisan hadits sebenarnya sudah dimulai pada zaman Rasulullah
SAW., dan tulisan hadits ini berbentuk shahifah.
Diantara para shaifah shahabat yang terkenal adalah shahifah Ali bin Abi
Thalib, Shahifah Abdullah bin Amru bin Ash, selain itu masih ada beberapa
penulisan hadits lain dalam bentuk shahifah yang insyaAllah akan kami uraikan
pada pembahasan “Kitab-Kitab Hadits Dalam Bentuk Shahifah”
B. Rumusan Masalah
Pembahasan pada makalah ini dibatasi oleh rumusan
masalah sebagai berikut
1.
Bagaimana sejarah lahirnya shahifah ?
2.
Bagaimana metode penulisan hadits dalam bentuk
shahifah ?
3.
Sebutkan
contoh kitab-kitab hadits dalam bentuk shahifah?
BAB
II
KITAB-KITAB
HADITS DALAM BENTUK SHAHIFAH
A. Sejarah Lahirnya Shahifah
Sejarah penulisan hadits rasulullah saw diawali dengan larangan
penulisan hadits diantara sumber yang menjelaskan tentang larangan untuk
menulis Hadits Rasulullah SAW. adalah hadits yang diriwayatkan dalam
Shohih Muslim.
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
:" لَا تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ
فَلْيَمْحُه ..."[1]
“ Janganlah kalian semua menulis sesuatu
dariku, dan barang siapa yang menulis sesuatau dariku selain alQur’an, hendaklah kalian hapus…. “
Dalam hadits lain juga diriwayatkan dalam Sunan Ad Daromiy
أخبرنا أبو معمر عن سفيان بن عيينة قال حدثنا زيد بن أسلم عن عطاء بن
يسار عن أبي سعيد الخدري : انهم استأذنوا النبي صلى الله عليه و سلم في ان يكتبوا
عنه فلم يأذن لهم. [2]
“ Sesungguhnya mereka meinta izin pada Nabi SAW. untuk
menulis sesuatu(hadits) dari beliau, dan beliau tidak mengizinkan “
Diantara para kelompok shahabat yang melarang penulisan hadits
adalah Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa, Abu Sa’id
Al-Khudri, dan lain-lain.
Namun dalam perjalanannya rasulullah SAW. juga menngizinkan
sebagian shahabat untuk menulisnya, seperti shahabat Abdullah bin Amru bin Ash.
Sebagaimana dalam keterangan:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
قَالَ : حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ : أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ
أَخِيهِ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ ، وَلاَ أَكْتُبُ.[3]
Abi hurairah berkata : “ Tidak ada shahabat nabi SAW. yang riwayat
Haditsnya lebih banayak dari akau kecuali Abdullah bin Amru bin Ash, karena
sesungguhnya dia menulis, dan aku tidak”
Keterangan
lain terdapat dalam sebuah potongan hadits :
"اكتب فوالذي نفسي بيده ما خرج منه الا حق"[4]
”Tulislah,
maka jiwaku yang berada ditangan-Nya tidaklah keluar dari mulutku kecuali
kebenaran”
Dalam hal ini banyak ulama’ yang berkomentar
diataranya As Shon’ani beliau berkata bahwasanya penulisan
hadits ini dilarang oleh Rasulullah SAW. karena beliau takut terjadinya percampuran
antara Al Qur’an dan hadits pada awal
perkembangan islam. Setelah tambah banyaknya muslimin dan mereka telah
mengetahui Al Qur’an, maka hilanglah ketakutan tersebut.[5]
Kemudian para ulama’ menambahi bahwa diantara alasan rasulullah SAW. melarang menulis adalah sebagai
berikut
1.
Bahwa
larangan menulis hadits itu, telah dimansukh oleh hadits yang memerintahkan
menulis.
2.
Bahwa
larangan itu bersifat umum, sedang untuk beberapa shahabat khusus diizinkan.
3.
Bahwa
larangan menulis hadits ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan mencampur
adukannya dengan Al Quran, sedangkan keizinan menulis ditujukan kepada mereka
yang dijamin tidak akan mencampuradukannya.
4.
Bahwa
larangan itu dalam bentuk kodifikasi secara formal seperti mushaf Al Quran,
sedang untuk diakai sendiri tidak dilaarang.
5.
Bahwa
larangan itu berlaku pada saat wahyu-wahyu yang turun belum dihafal dan dicatat
oleh para shahabat, setelah dihafal dan dicatat, menulis hadits diizinkan.[6]
Wallahu a’lam.
B. Metode Penulisan Hadits dalam bentuk Shahifah
Penulisan hadits pada masa shahabat berbeda jauh pada masa
setelahnya. Melihat pada masa –masa setelah shahabat hadits ditulis dengan
berbagai metode, ada yang ditulis menurut abjad periwayat, ada yang ditulis
menurut bab-bab, namun hal ini tidak terjadi pada masa shahabat.
Sebagaimana shahifah yang ditulis oleh shahabat Abdullah bin Amru
bin Ash, bahwasanya beliau selalu menulis apapun yang beliau dengar dari
Rasulullah SAW.[7],
dalam kata lain penulisan ini hanya berupa catatan catatan yang dikumpulkan
menjadi satu.
Namun ada sebagian shahabat yang menulis hadits Rasulullah SAW. dan
sudah membaginya dalam masalah tertentu tertentu, hal ini seperti Amru bin Hazm. Beliau menulis hadits
yang beliau dapat dalam pembahasan-pembahasan tentang shodaqah, diyat, dan
faroidh[8].
Sulitnya untuk lebih merinci metode penyusunan shahifah ini
dikarenakan keberadaannya yang tidak sampai ke masa kita. Wallahu a’lam.
C. Kitab-Kitab Hadits Dalam Bentuk
Shahifah
Dalam kitab Shohaifush Shahabat, penulisan hadits dalam bentuk
shahifah terbagi menjadi dua masa yakni, ketika Rasulullah SAW. masih hidup dan
setelah beliau wafat. Shahifah yang
ditulis ketika beliau masih hidup diantaranya adalah shahifah Ali bin Abi
Thalib, shahifah Abdullah bin Amru bin Ash,dan shahifah Amru bin Hazm. Shahifah
yang ditulis setelah Rasulullah SAW. wafat diantaranya adalah shahifah Jabir
bin Abdullah, shahifah Samrah bin Jundub, dan sahifah Abu Hurairah[9].
Berikut
sedikit pemaparan mengenai sahahifah-shahifah diatas :
1.
Shahifah Ali bin Abi Thalib
Sahahifah
ini merupakan kumpulan hadits tertua yang ditulis langsung oleh Ali bin Abi
Thalib. Menurut imam Al Qustholani
shahifah ini hanya berupa lembaran yang berjumlah satu, yang berisi kumpulan
hadits[10].
Jadi dalam shahifah tersebut hanya terdapat sedikit hadits. Diantara hadits
yang ditulis dalam sahahifah ini antara lain:
" مَنْ وَالَى قَوْمًا بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ
لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ
مِنْهُ صَرْفًا ، وَلاَ عَدْلاً "[11]
" لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ
لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ
لَعَنَ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ "[12]
2.
Shahifah Abdullah bin Amru bin Ash
Shahifah ini ditulis langsung oleh Abdullah bin Amru bin Ash.
Beliau merupakan salah satu shahabat yang mendapat izin dari Rasulullah SAW.
untuk menulis hadits beliau. Bahkan beliau (Abdullah bin Amru bin Ash) berkata
bahwasanya beliau selalu menulis apapun yang beliau dengar dari Rasulullah SAW.[13].
Shahifah beliau terkenal dengan nama Shahifah As Shadiqah[14].
Melihat keterangan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa shahifah
beliau hanya berbentuk catatan-catatan yang berisi apa yang beliau (Abdullah
bin Amru bin Ash) dengar dari Rasulullah SAW.. Diantara hadits yang terdapat
dalam shahifah beliau adalah:
" كنا عند عبد الله بن عمرو بن العاص فسئل أي المدينتين تفتح
أولا قسطنطينية أو رومية ؟ قال : فدعا بصندوق طهم و الطهم الخلق فأخرج منها كتابا
فنظر فيه ثم قال : كنا عند رسول الله صلى الله عليه و سلم نكتب ما قال فسئل أي
المدينتين تفتح أولا القسطنطينية أو رومية ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم :
مدينة هرقل تفتح أولا يعني القسطنطينية "[15]
3.
Shahifah Amru bin Hazm
Shahifah ini ditulis oleh Amru bin Hazm, shahifah ini lebih
tersusun dari dua shahifah diatas. Menurut
Imam Ibnu Qayyim kitab ini merupakan kitab yang mulia yang mana
didalamnya terdapat berbagai masalah tentang fiqh seperti zakat, diyat, thalaq,
menyentuh mushaf, dan lain-lain[16].
Dalam kitab Shohaifush Shahabat dijelaskan bahwa dalam shahifah ini
terdapat hadits-hadits yang terdaapat dalam 21 masalah diantaranya zakat hewan
ternak, dan zakat pertanian beserta nishobnya[17].
Diantara hadits yang terdapat dalam shahifah ini adalah :
" وَمَا كَتَبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ مِنَ الْعُشْرِ
فِي الْعَقَارِ ، وَمَا سَقَتِ السَّمَاءُ أَوْ كَانَ سَيْحًا أَوْ بَعْلًا ،
فَفِيهِ الْعُشْرُ إِذَا بَلَغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ ، وَمَا سُقِيَ بِالرَّشَاءِ ،
وَالدَّالِيَةِ ، فَفِيهِ نِصْفُ الْعُشْرِ إِذَا بَلَغَ خَمْسَةَ أَوْسُق "[18]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan
1.
Sejarah
penulisan hadits pada awalnya dilarang oleh Rasulullah SAW. namun akhirnya
beliau mengizinkan beberapa shahabat untuk menulisnya.
2.
Metode
penulisan hadits dalam bentuk shahifah ini tidak beraturan, ada yang berbentuk
catatan catatan, ada pula yang disusun menurut masalah masalah yang timbul.
3.
Kitab-kitab
hadits dalam bentuk shahifah antara lain hahifah Ali bin Abi Thalib, shahifah
Abdullah bin Amru bin Ash,dan shahifah Amru bin Hazm
B. Penutup
Demikianlah sedikit uraian mengenai shahifah, semoga bermanfa’at
dan dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
***waAllahu
a’lam***
Daftar Pustaka
Abdurrahman,
Ahmad, Shohaifush Shahabat, 1990.
Lukman
Ma’sa, Sejarah
Penulisan Hadits (Masa Rasulullah SAW dan Shahabat R.A), www.lukam80.wordpress.com
Mujtahid,
Problema
Penulisan Hadits, Blog UIN Maliki Malang.
Shoftware Maktabah Syameelaa versi 3,32
[1]
Imam Muslim, Shohih Muslim, hadits No. 3004, juz 4, hal 2298
[2] Ad
Daromiy, Sunan Ad Daromiy, hadits No. 458, juz 1, hal 98
[3] Al
Bukhori, Shohih Bukhori, hadits No. 113
[4]
Ahmad Abdurrahman, Shohaifush Shahabat, 1990. hal. 30
[5] As Shon’ani dalam Shohaifush
Shahabat, hal 41
[6] Lukman Ma’sa, Sejarah Penulisan Hadits (Masa Rasulullah SAW dan Shahabat R.A), www.lukam80.wordpress.com
[7] Shohaifush
Shahabat, hal 30
[8] Shohaifush
Shahabat , hal 92
[9] Shohaifush
Shahabat , hal 57
[10]
Al Qustholani dalam Shohaifush Shahabat , hal 64
[11]
Hadits ini terdapat dalam Shohih Bukhori hadits no. 1870, 3172, 3179,
6755, 7300, Shohih Muslim juz 1 hal. 994, Sunan Abu Daud, no.
2034, dan dalam kitab-kitab hadits yang lain. Shohaifush Shahabat , hal
60-61
[12] Hadits
ini terdapat dalam Shohih Muslim, hadits no. 1978, Sunan Nasa’i, juz
7 hal. 232, Musnad Ahmad, juz 1, hal. 108 no. 118 dan 152. Shohaifush
Shahabat , hal 61
[13] Shohaifush
Shahabat. hal 30
[14] Shohaifush
Shahabat. hal 65
[15] Hadits
ini terdapat dalam Musnad Ahmad, juz 2, hal. 176, Sunan Ad Daromiy, hadits
No. 492, Mustadzrok Imam Hakim, juz 4, hal. 508, Shohaifush Shahabat ,
hal 69
[16] Shohaifush
Shahabat. hal 113
[17] Shohaifush
Shahabat. hal 114
[18]
Hadits ini terdapat dalam Shohih Bukhori no. 1483, Sunan Nasa’i, juz 5 hal. 41, Sunan Ibnu Majah, no. 1817, Sunan
Abu Daud, no. 1596, Shohaifush Shahabat , hal 118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar