Kamis, 24 April 2014

entahlah

mungkin benar kata hati bahwa apa yang aku lakukan merupakan pelarian diri
menimbun otak dalam tumpukan tugas guru
menjauhi rasa rindu
meninggalkan keinginan bertemu
toh, dia tak lagi percaya
 bahwa aku senantiasa inginkan dia untuk hadir melipur lara
sifat manja kegadisanku bukan hal yang pantas jadi alasan
memaksa ego yang ingin diutamakan
dengan tanpa komando dunianya kembali mendekat
dan  penuh kesadaran aku tak mungkin mampu lagi merapat
karena tiadaku bukan alasan dia rapuh
namun, tiadanya alasanku lumpuh
biarlah hanya aku yang dirundung sepi
menemani pergantian siang malam dalam keheningan
dunia maya dan nyata tak ada beda
dasarnya aku terbiasa memendam sendiri segala asa
mencoba percaya dengan skenario tuhan
bahwa luka bukan patokan
bahagia senantiasa sebagai akhiran
menatap lukisan ciptaan tuhan
membaca bekas tarian jemari dalam kegalauan
bukti siksaan dalam pengorbanan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar