BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
Jahilliyah adalah masa sebelum datangnya islam, tepatnya di daerah Jazirah
Arab. Masa Jahilliyah juga dapat dikatakan masa sebelum Nabi Muhammad saw
lahir.
Istilah
Jahilliyah diberikan kepada bangsa Arab yang pola kehidupannya bersifat
primitif. Mereka pada umumnya hidup berkabilah-kabilah dan nomaden
(berpindah-pindah). Bangsa jahiliyah tidak mengenal baca tulis atau bisa
disebut ummi. Itulah yang menyebabkan mereka hidup dalam kebodohan dan
kegelapan. Al-Qur’an menunjukkan zaman itu adalah sebagai berikut : zaman tidak
mempunyai nabi dan kitab suci; tidak mempunyai peradaban; masyarkatnya tidak
berakhlak, angkuh; masyarakatnya jahil dan tidak bisa baca tulis.[1]Itu
semua mengakibatkan mereka hidup dalam kesesatan, tidak menemukan nilai-nilai
kemanusiaan, menyembah berhala, membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan
kesucian, memusnahkan harta kekayaan dengan berjudi, dan membangkitkan
peperangan diantara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Kondisi
seperti itulah yang disebut dengan jahiliyah.[2]
Setelah
Islam lahir, maka Islam memiliki perkembangan dari masa ke masa,adapun
masa-masa Islam itu dibagi menjadi beberapa bagian,diantaranya adalah pra
islam,islam klasik,islam pertengahan dan islam modern.
Dalam
makalah ini penulis mencoba untuk menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan
Islam pada masa klasik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Siapa saja khalifah
yang memimpin pada masa klasik?
2.
Ada berapa fase
Islam dalam masa klasik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Khalifah
yang memimpin pada masa klasik
Masa
klasik dalam periodisasi Islam yaitu masa dimana ketika Nabi Muhammad saw. diutus
menjadi Rasul. Ada juga yang mengatakan bahwa masa klasik yaitu masa dimana
hijrahnya Rasulullah ke Madinah yang dilanjutkan dengan kepemimpinan para
khalifah.
Nabi
Muhammad diutus dengan al-Qur’an sebagai penyangga utamanya. Oleh karena
masyarakat jahiliyah sangat menyukai dengan kesusastraan. Maka,al-Qur’an
diturunkan dengan bahasa sastra yang lazim dipakai masyarakatnya.
Dalam menyampaikan
risalah Allah, Nabi Muhammad saw. menemui gangguan dan rintangan yang keras.
Rintangan itu dapat berupa ancaman, pembunuhan dari masyarakat kafir Quraisy.
Oleh karena beratnya penderitaan yang ditanggung kaum muslimin. Nabi Muhammad
saw. memerintahkan sahabatnya mencari suaka ke Ethiopia. Pemimpin negeri Ethiopia
Raja Negus menolak ekstradisi para imigran Islam yang dituntut oleh kaum
Quraisy.[3]
Demikian keadaan
Nabi Muhammad saw. selama berdakwah di Mekkah, sampai kemudian ia melakukan
perjanjian dengan beberapa orang utusan dari masyarakat Yastrib, yang tidak
berapa lama kemudian mengantarkannya berhijrah ke Madinah. Di tempat baru ini
beliau membangun masyarakat dan meneruskan dakwahnya. Beliau menyebut penduduk asli dengan Anshar, sedangkan
penduduk yang bermigrasi disebut Muhajirin.[4]
Agar stabilitas
masyarakat dapat di wujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan
Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam
yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas
yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam
bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota
masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam
perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena
menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada
beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama
manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut
dengan konstitusi Madinah.[5]
Piagam Madinah merupakan contoh konkrit
keserasian hidup bernegara dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun mengakui
bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah konsensus bersama antara berbagai
golongan, ras, suku, maupun agama yang paling demokrasi sepanjang sejarah.
Piagam Madinah telah mewariskan prinsip-prinsip yang tahan banting dalam menata
masyarakat pluralistik yang harmonis berlandaskan moral religius yang agung dan
kokoh. Dengan piagam Madinah Rasulullah saw. Telah membuktikan bahwa islam
rahmat bagi seluruh manusia. Pesan-pesan Islam dapat diterima oleh semua
kalangan termasuk pemeluk Yahudi dan Nashrani, sehingga tercipta suatu tatanan
yang adil dan damai.[6]
Adapun isi dari Piagam Madinah sebagai
berikut:
Ini adalah sebuah
shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara
mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung
dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam
Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan.
Pertama, Asas
kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk
beribadah menurut agamanya masing-masing.
Kedua, Asas
persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota
masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan
secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
Ketiga, Asas
kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap negara.
Keempat, Asas
keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum.
Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak
individu diakui.
Kelima, Asas
perdamaian yang berkeadilan.
Keenam, Asas
musyawarah.[7]
Untuk memperkokoh
masyarakat baru tersebut mulailah Nabi meletakkan dasar-dasar untuk suatu
masyarakat yang besar, mengingat penduduk yang tinggal di Madinah bukan hanya
kaum muslimin, tapi juga golongan masyarakat Yahudi dan orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang, maka agar stabilitas masyarakat dapat terwujudkan
Nabi meletakkan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam peradaban sosial
kemasyarakatan di Madinah.
Adapun dasar-dasar
tersebut diantaranya adalah :
a) Mendirikan
Masjid
Setelah agama Islam
datang Rasulullah SAW mempersatukan seluruh suku-suku di Madinah dengan jalan
mendirikan tempat peribadatan dan pertemuan yang berupa masjid dan diberi nama
masjid “Baitullah”. Untuk pembangunan masjid itu, beliau sendiri ikut bekerja
bersama kaum muslimin. Beliau ikut mengangkati batu dan setiap kali mengangkat
batu, beliau berdo’a : “Ya Allah, sesungguhnya pahala itu adalah pahala
akhirat. Berikan rahmat dan pertolongan pada kaum Anshar dan Muhajirin”
Hal ini membuat
semangat para sahabat Anshar dan Muhajirin menjadi berkobar untuk selalu
berjuang di jalan Allah. Dengan adanya masjid itu, selain dijadikan sebagai
tempat peribadatan juga dijadikan sebagai tempat pertemuan, mengadili perkara
dan lain sebagainya.
b) Mempersaudarakan
antara Anshor dan Muhajirin
Orang-orang
Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta akan tetapi membawa keyakinan
yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran. Sebagai langkah selanjutnya, Nabi
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka diikat dengan tali
persaudaraan dan kasih sayang.
Ajaran Islam
mendukung konsep persaudaraan atas dasar kasih sayang dan kebaikan. Hal ini
sesuai dengan hadits Rasulullah Saw :
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه
عن النبي صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya : Tidaklah
kalian dinyatakan benar-benar beriman sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
Kaum Anshar saling
berlomba-lomba untuk mendapatkan saudara kaum Muhajirin. Mereka pun rela
memberikan separuh dari harta benda yang mereka punya untuk kaum Muhajirin.
Bahkan kaum Anshar lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin daripada
kepentingan sendiri. Dengan itu Nabi mempersatukan golongan Muhajirin dan
Anshor tersebut dalam suatu persaudaraan dibawah satu keyakinan yaitu bendera
Islam.
c) Perjanjian bantu
membantu antara sesama kaum Muslim dan non Muslim
Setelah Nabi mampu
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, kemudian Nabi mengadakan
perjanjian untuk saling bantu-membantu atau toleransi antara orang Islam
(Anshar dan Muhajirin) dengan Yahudi Madinah. Selain itu Nabi mengadakan
perjanjian yang berbunyi “kebebasan beragama terjamin buat semua orang-orang di
Madinah”. Dalam perjanjian tersebut ditegaskan secara gamblang penetapan
tentang agama dan harta benda mereka.[8]
Selama 10
tahun,Rasulullah SAW tinggal di Madinah hingga akhirnya beliau dan kaum
muslimin berhasil mendapatkan kesempatan menaklukkan kota Mekkah dan
membebaskan Ka’bah dari berbagai berhala.
Setelah wafatnya
Rasul,kepemimpinan diambil oleh para khalifah. Mulai dari khalifah Abu Bakar
hingga Ali bin Abi Thalib, yang disebut sebagai masa al-Khulafa’
al-Rashidin. Berikut ini adalah urutan khalifah yang memimpin setelah Rasul
wafat,yaitu :
a.
Abu Bakar al-Shidiq
(w.634 M/11 H)
Kebijakan
pertama yang beliau lakukan adalah memerangi orang-orang yang murtad dan
golongan orang yang menolak membayar zakat. Beliau juga melanjutkan kebijakan
Rasul SAW dengan mengirim pasukan pemimpin Usamah bin Zayd ke Syria, yang
sebelumnya sampai tertunda karena sakit keras yang menderanya, menjelang
kewafatannya. Beliau juga berhasil mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf
yang berserakan pada pelepah kurma,batu tipis,tulang dan lembaran kain atau
kulit binatang.[9]
b.
Umar bin Khattab
(w. 644 M/23 H)
Pada
masa pemerintahannya ia melakukan ekspansi ke negeri Persia, Iraq, Palestina, Syria
hingga Mesir. Hal ini beliau lakukan demi membebaskan wilayah jajahan-jajahan
tersebut dari jajahan Romawi. Ia meninggal di usia 63 tahun akibat dibunuh oleh
Abu Lu’luah al-Majusi yang berasal dari Persia.[10]
c.
Ustman bin Affan
(w. 656 M/ 35 H )
Pada
masa pemerintahannya beliau berhasil menyusun al-Qur’an dalam satu bentuk
bacaan yang sebelumnya memiliki banyak versi. Beliau juga berhasil memperluas
wilayah islam ke Turki Siprus,Afrika Utara, Asia Tengah, Khurasan dan Balkh di
Afganistan. Pasukan tangguh dan kuat pertahanannya.[11]
Beliau meninggal dunia dalam usia 82 tahun ketika membaca al-Qur’an,akibat
ketidakpuasan rakyatnya atas kebijakan politiknya yang cenderung nepotisme.
d.
Ali bin Abi Thalib
(w. 661/40 H)
Pada
waktu pemerintahan Ali bin Abi Thalib, terjadi berbagai kerusuhan dan kekacauan
setelah terbunuhnya Ustman. Rakyat menuntutnya untuk segera menghukum pembunuh
Ustman, itu sulit diwujudkan karena kondisi Negara yang tidak stabil. Beliau
hanya menetapkan yaitu memerangi kelompok pembangkang tersebut yang berujung
pada terjadinya perang jamal pimpinan Aisyah yang didukung Zubair dan Talhah
dan perang Siffin pimpinan Mu’awiyah.[12]
Dalam perang Siffin Ali menerima arbitasi yang menyebabkan pasukannya terbelah
menjadi dua. Satu menolak, sedang yang lain menerimanya. Kelompok yang menolak
inilah disebut Khawarij yang bertanggung jawab atas terbunuhnya sang
khalifah.
Setelah
pemerintahan yang dipimpin oleh para khalifah, pemerintahan islam itu berganti
menjadi Monarchy heredits (kerajaan turun-temurun). Dinasti-dinastinya
terdiri dari :
1.
Bani Umayyah
Dinasti
Umayyah adalah dinasti pertama dalam Islam yang didirikan oleh Mu’awiyyah bin
Abi Sufyan (w.661 M / 41 H). Beliau mengangkat puteranya Yazid sebagai putera
mahkota dan menjadikan Damaskus di Syria sebagai ibukota Islam dan pusat
pemerintahannya.
Dinasti
ini menapai puncak kejayaan pada masa al-Walid (w. 715 M / 96 H ). Beliau
melanjutkan ekspansi islam jilid II hingga mencapai Asia kecil,Asia
tengah,Afrika Utara dan Eropa. Sedang Umar bin abd. al-Aziz (w. 720 M/101 H)
adalah khalifah yang terkenal dengan ketaqwaan dan kejujurannya. Sampai-sampai
beliau dijuluki sebagai khalifa ketiga setelah Abu Bakar dan
Umar.Kebijaksanaannya yang paling kontoversial adalah :
1.
Mengembalikan harta
kekayaan yang dimiliki keluarganya dan bahkan istrinya ke Bayl Mal al-Muslimin.
2.
Menghapus upeti
yang dipungut dari Ahl ad-Dhimmah yang sudah masuk islam.
3.
Menurunkan nilai
pajak yang harus dibayar kaum muslimin, terutama kaum mawali (kaum muslim
non-Arab dari Persia)
4.
Membela yang kecil
dan penghapusan diskriminasi social yang menyebabkan banyak orang yang memeluk
islam.[13]
Masa
kekuasaan Bani Umayyah berlangsung selama 91 tahun. Kemudian dinasti tersebut
mengalami keruntuhan. Penyebab utama keruntuhan dinasti ini adalah :
1.
Faktor Intern.
Faktor out berupa adanya persaingan dan perebutan kekuasaan diantara para
keluarga khalifah.
2.
Faktor
Ekstern,yaitu adanya perselisihan dan perebutan pengaruh yang cenderung
mengarah pada fanatisme golonganantara orag Arab Mudariyah di utara dan
Yamaniyah di selatan.Ketidak senangan rakyat atas perilaku khalifah dan
keluarganya yang mengabaikan nasib rakyat. Meskipun demikian, Dinasti ini
memberikan kontribusi yang besar dalam memperluas wilayah islam. Dari Maroko
inilah ekspansi ke Eropa dimulai ketika Thariq bin Ziyad mendarat di daerah
pegunungan Gibraltar di Spanyol.[14]
2. Dinasti
Abbasiyah
Pendiri Dinasti
Abbasiyah adalah Abu al-Abbas al Saffah (w. 754 M/ 136 H). Pengganti al-Saffah
adalah Abu Ja’far al-Mansur (w. 776 M / 136 H).
Ia bisa dikatakan sebagai Pembina dan peletakan dasar dinasti yang
sebenarnya. Karena pada masanya ia menumpas pemberontak yang terjadi di semua
kekuasaan islam. Puncak kejayaannya yaitu pada masa Khalifah Harun al-Rasyid
(w. 809 M / 193 H ). Karena pada masa pemerintahannya ia meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan keperluan social. Contohnya yaitu dibangunnya rumah
sakit.
Penggantinya yaitu
al-Amin (w. 813 M / 198 H ). Ia mati terbunuh karena korban fitnah antara
dirinya dengan saudaranya al-Ma’mun. al-Ma’mun mempunyai perhatian yang sangat
besar pada peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya yaitu dia
membangun gedung pendidikan dan sekolah. Pada masanya, Baghdad menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Pengganti
selanjutnya yaitu al-Mu’tasim. Dan inilah awal mula malapetaka yang menyebabkan
Bani Abbasiyah mengalami kemunduran drastic menuju kehancurannya.
Terdapat perbedaan
mendasar antara Dinasti Muawiyyah dan Abbasiyah. Pertama,Muawiyah lebih
mendahulukan solidaritas arabnya sedangkan Abbasiyah lebih cenderung kepada
kaum mawali. Persia sebagai kekuatan pendukungnya. Kedua, Muawiyyah lebih
mementingkan perluasan wilayah islam, sedang Abbasiyyah lebih mementingkan ilmu
pengetahuan.
B.
Fase
Islam dalam Masa Klasik
Pada
periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting,yaitu :
1.
Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan
(650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah
mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui
Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam
sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
(di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal
para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibn Hanbal. Di bidang
teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asy’ari, al-Maturidi, Wasil
ibn Atha’ al-Mu’tazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Juba’i. Di bidang
ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan
lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita
mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn
Hayyan, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi.
2.
Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai
dengan perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada
runtuhnya baghdad di tahun 1258 M.[15]
BAB III
KESIMPULAN
1. Islam
Klasik berada di bawah kepemimpinan Rasulullah,khulafaur al-Rasyidin, Bani
Umayyah sampai Bani Abbasiyah.
2. Pada
masa klasik, Islam memiliki dua fase penting,yaitu:
a.
Fase ekspansi
b.
Fase disintergasi
Daftar Pustaka
al-Laythi , Abu ‘Amr
Khalifah Khayyat, Tarikh Khalifat Ibn Khayyat ,Beirut: Dar
al-Kuttub al-Ilmiyyah, 1995.
bin Hanbal ,Ahmad, al-Musnad,
vol. 1,Beirut : Dar al-Fikr
Syed
Mamudannasir, Islam Its Concepts & History, terj. Adang
Affandi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.
Tim penyusun studi islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar
Studi Islam,Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2004.
al-Khudai Bik , Muhammad, Tarikh
al-Tashri’ al Islami ,Mesir :Matba’ah al-Sa’adah, 1954.
Ibn al-Athir, al-Kamil fi
al Tarikh, vol 3, Beirut : Dar al Sadir, 1965.
Hasan ,Hasan Ibrahim, Tarijh
al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Thaqafi wa al-Ijtia’ I, vol I, Cairo:
Maktabat al-Nahdah al Misriyah, 1979.
Nasution , Harun, Islam
ditinjau dari berbagai aspeknya ,Jakarta:UI Press.
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2098530-perkembangan-islam-periode-klasik/
http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah
Wikipedia, Jahiliah,
http:// ms.wikipedia.org/wiki/jahiliah.
PENGANTAR STUDI
ISLAM
diajukan untuk
memenuhi
tugas mata kuliah
Pengantar Studi
Islam
Oleh :
Maulidatun Nuril
Fitriana
Muyassaroh
Dosen pengampu :
Moh.Anas,S.T,M.Th.I
PRODI TASAWUF
SEKOLAH TINGGI ILMU
AGAMA ISLAM AL FITHRAH
SURABAYA
2012
[1] Wikipedia, Jahiliah, http://
ms.wikipedia.org/wiki/jahiliah, diakses tanggal 17 Oktober 2010
[2] Tim penyusun studi islam IAIN Sunan
Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,(Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2004), Hal. 129
[3] Syed Mamudannasir, Islam Its Concepts & History, terj.
Adang Affandi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), Hal.124
[4] Tim penyusun studi
islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,(Surabaya : IAIN
Sunan Ampel Press, 2004), Hal. 131
[5] http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah
[9]Muhammad al-Khudai Bik, Tarikh al-Tashri’ al Islami (Mesir
:Matba’ah al-Sa’adah, 1954),Hal. 12
[12] Abu ‘Amr Khalifah
Khayyat al-Laythi, Tarikh Khalifat Ibn Khayyat (Beirut: Dar
al-Kuttub al-Ilmiyyah, 1995),Hal.115
[13] Hasan Ibrahim Hasan, Tarijh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini
wa al-Thaqafi wa al-Ijtia’ I, vol I (Cairo: Maktabat al-Nahdah al
Misriyah, 1979 ) Hal, 337.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar