Kamis, 24 April 2014

entahlah

mungkin benar kata hati bahwa apa yang aku lakukan merupakan pelarian diri
menimbun otak dalam tumpukan tugas guru
menjauhi rasa rindu
meninggalkan keinginan bertemu
toh, dia tak lagi percaya
 bahwa aku senantiasa inginkan dia untuk hadir melipur lara
sifat manja kegadisanku bukan hal yang pantas jadi alasan
memaksa ego yang ingin diutamakan
dengan tanpa komando dunianya kembali mendekat
dan  penuh kesadaran aku tak mungkin mampu lagi merapat
karena tiadaku bukan alasan dia rapuh
namun, tiadanya alasanku lumpuh
biarlah hanya aku yang dirundung sepi
menemani pergantian siang malam dalam keheningan
dunia maya dan nyata tak ada beda
dasarnya aku terbiasa memendam sendiri segala asa
mencoba percaya dengan skenario tuhan
bahwa luka bukan patokan
bahagia senantiasa sebagai akhiran
menatap lukisan ciptaan tuhan
membaca bekas tarian jemari dalam kegalauan
bukti siksaan dalam pengorbanan



Selasa, 08 April 2014

sejarah peradaban islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masa Jahilliyah adalah masa sebelum datangnya islam, tepatnya di daerah Jazirah Arab. Masa Jahilliyah juga dapat dikatakan masa sebelum Nabi Muhammad saw lahir.
Istilah Jahilliyah diberikan kepada bangsa Arab yang pola kehidupannya bersifat primitif. Mereka pada umumnya hidup berkabilah-kabilah dan nomaden (berpindah-pindah). Bangsa jahiliyah tidak mengenal baca tulis atau bisa disebut ummi. Itulah yang menyebabkan mereka hidup dalam kebodohan dan kegelapan. Al-Qur’an menunjukkan zaman itu adalah sebagai berikut : zaman tidak mempunyai nabi dan kitab suci; tidak mempunyai peradaban; masyarkatnya tidak berakhlak, angkuh; masyarakatnya jahil dan tidak bisa baca tulis.[1]Itu semua mengakibatkan mereka hidup dalam kesesatan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, menyembah berhala, membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta kekayaan dengan berjudi, dan membangkitkan peperangan diantara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Kondisi seperti itulah yang disebut dengan jahiliyah.[2]
Setelah Islam lahir, maka Islam memiliki perkembangan dari masa ke masa,adapun masa-masa Islam itu dibagi menjadi beberapa bagian,diantaranya adalah pra islam,islam klasik,islam pertengahan dan islam modern.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan Islam pada masa klasik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa saja khalifah yang memimpin pada masa klasik?
2.      Ada berapa fase Islam dalam masa klasik?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Khalifah yang memimpin pada masa klasik
Masa klasik dalam periodisasi Islam yaitu masa dimana ketika Nabi Muhammad saw. diutus menjadi Rasul. Ada juga yang mengatakan bahwa masa klasik yaitu masa dimana hijrahnya Rasulullah ke Madinah yang dilanjutkan dengan kepemimpinan para khalifah.
Nabi Muhammad diutus dengan al-Qur’an sebagai penyangga utamanya. Oleh karena masyarakat jahiliyah sangat menyukai dengan kesusastraan. Maka,al-Qur’an diturunkan dengan bahasa sastra yang lazim dipakai masyarakatnya.
Dalam menyampaikan risalah Allah, Nabi Muhammad saw. menemui gangguan dan rintangan yang keras. Rintangan itu dapat berupa ancaman, pembunuhan dari masyarakat kafir Quraisy. Oleh karena beratnya penderitaan yang ditanggung kaum muslimin. Nabi Muhammad saw. memerintahkan sahabatnya mencari suaka ke Ethiopia. Pemimpin negeri Ethiopia Raja Negus menolak ekstradisi para imigran Islam yang dituntut oleh kaum Quraisy.[3]
Demikian keadaan Nabi Muhammad saw. selama berdakwah di Mekkah, sampai kemudian ia melakukan perjanjian dengan beberapa orang utusan dari masyarakat Yastrib, yang tidak berapa lama kemudian mengantarkannya berhijrah ke Madinah. Di tempat baru ini beliau membangun masyarakat dan meneruskan dakwahnya. Beliau  menyebut penduduk asli dengan Anshar, sedangkan penduduk yang bermigrasi disebut Muhajirin.[4]
Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.[5]
  Piagam Madinah merupakan contoh konkrit keserasian hidup bernegara dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun mengakui bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah konsensus bersama antara berbagai golongan, ras, suku, maupun agama yang paling demokrasi sepanjang sejarah. Piagam Madinah telah mewariskan prinsip-prinsip yang tahan banting dalam menata masyarakat pluralistik yang harmonis berlandaskan moral religius yang agung dan kokoh. Dengan piagam Madinah Rasulullah saw. Telah membuktikan bahwa islam rahmat bagi seluruh manusia. Pesan-pesan Islam dapat diterima oleh semua kalangan termasuk pemeluk Yahudi dan Nashrani, sehingga tercipta suatu tatanan yang adil dan damai.[6]
  Adapun isi dari Piagam Madinah sebagai berikut:
Ini adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan.
Pertama, Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
Kedua, Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
Ketiga, Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
Keempat, Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
Kelima, Asas perdamaian yang berkeadilan.
Keenam, Asas musyawarah.[7]
Untuk memperkokoh masyarakat baru tersebut mulailah Nabi meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar, mengingat penduduk yang tinggal di Madinah bukan hanya kaum muslimin, tapi juga golongan masyarakat Yahudi dan orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang, maka agar stabilitas masyarakat dapat terwujudkan Nabi meletakkan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam peradaban sosial kemasyarakatan di Madinah.
Adapun dasar-dasar tersebut diantaranya adalah :
a) Mendirikan Masjid
Setelah agama Islam datang Rasulullah SAW mempersatukan seluruh suku-suku di Madinah dengan jalan mendirikan tempat peribadatan dan pertemuan yang berupa masjid dan diberi nama masjid “Baitullah”. Untuk pembangunan masjid itu, beliau sendiri ikut bekerja bersama kaum muslimin. Beliau ikut mengangkati batu dan setiap kali mengangkat batu, beliau berdo’a : “Ya Allah, sesungguhnya pahala itu adalah pahala akhirat. Berikan rahmat dan pertolongan pada kaum Anshar dan Muhajirin”
Hal ini membuat semangat para sahabat Anshar dan Muhajirin menjadi berkobar untuk selalu berjuang di jalan Allah. Dengan adanya masjid itu, selain dijadikan sebagai tempat peribadatan juga dijadikan sebagai tempat pertemuan, mengadili perkara dan lain sebagainya.
b) Mempersaudarakan antara Anshor dan Muhajirin
Orang-orang Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta akan tetapi membawa keyakinan yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran. Sebagai langkah selanjutnya, Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka diikat dengan tali persaudaraan dan kasih sayang.
Ajaran Islam mendukung konsep persaudaraan atas dasar kasih sayang dan kebaikan. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw :
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya : Tidaklah kalian dinyatakan benar-benar beriman sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
Kaum Anshar saling berlomba-lomba untuk mendapatkan saudara kaum Muhajirin. Mereka pun rela memberikan separuh dari harta benda yang mereka punya untuk kaum Muhajirin. Bahkan kaum Anshar lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin daripada kepentingan sendiri. Dengan itu Nabi mempersatukan golongan Muhajirin dan Anshor tersebut dalam suatu persaudaraan dibawah satu keyakinan yaitu bendera Islam.
c) Perjanjian bantu membantu antara sesama kaum Muslim dan non Muslim
Setelah Nabi mampu mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, kemudian Nabi mengadakan perjanjian untuk saling bantu-membantu atau toleransi antara orang Islam (Anshar dan Muhajirin) dengan Yahudi Madinah. Selain itu Nabi mengadakan perjanjian yang berbunyi “kebebasan beragama terjamin buat semua orang-orang di Madinah”. Dalam perjanjian tersebut ditegaskan secara gamblang penetapan tentang agama dan harta benda mereka.[8]
Selama 10 tahun,Rasulullah SAW tinggal di Madinah hingga akhirnya beliau dan kaum muslimin berhasil mendapatkan kesempatan menaklukkan kota Mekkah dan membebaskan Ka’bah dari berbagai berhala.
Setelah wafatnya Rasul,kepemimpinan diambil oleh para khalifah. Mulai dari khalifah Abu Bakar hingga Ali bin Abi Thalib, yang disebut sebagai masa al-Khulafa’ al-Rashidin. Berikut ini adalah urutan khalifah yang memimpin setelah Rasul wafat,yaitu :
a.       Abu Bakar al-Shidiq (w.634 M/11 H)
Kebijakan pertama yang beliau lakukan adalah memerangi orang-orang yang murtad dan golongan orang yang menolak membayar zakat. Beliau juga melanjutkan kebijakan Rasul SAW dengan mengirim pasukan pemimpin Usamah bin Zayd ke Syria, yang sebelumnya sampai tertunda karena sakit keras yang menderanya, menjelang kewafatannya. Beliau juga berhasil mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf yang berserakan pada pelepah kurma,batu tipis,tulang dan lembaran kain atau kulit binatang.[9]
b.      Umar bin Khattab (w. 644 M/23 H)
Pada masa pemerintahannya ia melakukan ekspansi ke negeri Persia, Iraq, Palestina, Syria hingga Mesir. Hal ini beliau lakukan demi membebaskan wilayah jajahan-jajahan tersebut dari jajahan Romawi. Ia meninggal di usia 63 tahun akibat dibunuh oleh Abu Lu’luah al-Majusi yang berasal dari Persia.[10]
c.       Ustman bin Affan (w. 656 M/ 35 H )
Pada masa pemerintahannya beliau berhasil menyusun al-Qur’an dalam satu bentuk bacaan yang sebelumnya memiliki banyak versi. Beliau juga berhasil memperluas wilayah islam ke Turki Siprus,Afrika Utara, Asia Tengah, Khurasan dan Balkh di Afganistan. Pasukan tangguh dan kuat pertahanannya.[11] Beliau meninggal dunia dalam usia 82 tahun ketika membaca al-Qur’an,akibat ketidakpuasan rakyatnya atas kebijakan politiknya yang cenderung nepotisme.
d.      Ali bin Abi Thalib (w. 661/40 H)
Pada waktu pemerintahan Ali bin Abi Thalib, terjadi berbagai kerusuhan dan kekacauan setelah terbunuhnya Ustman. Rakyat menuntutnya untuk segera menghukum pembunuh Ustman, itu sulit diwujudkan karena kondisi Negara yang tidak stabil. Beliau hanya menetapkan yaitu memerangi kelompok pembangkang tersebut yang berujung pada terjadinya perang jamal pimpinan Aisyah yang didukung Zubair dan Talhah dan perang Siffin pimpinan Mu’awiyah.[12] Dalam perang Siffin Ali menerima arbitasi yang menyebabkan pasukannya terbelah menjadi dua. Satu menolak, sedang yang lain menerimanya. Kelompok yang menolak inilah disebut Khawarij yang bertanggung jawab atas terbunuhnya sang khalifah.
Setelah pemerintahan yang dipimpin oleh para khalifah, pemerintahan islam itu berganti menjadi Monarchy heredits (kerajaan turun-temurun). Dinasti-dinastinya terdiri dari :
1.                   Bani Umayyah
Dinasti Umayyah adalah dinasti pertama dalam Islam yang didirikan oleh Mu’awiyyah bin Abi Sufyan (w.661 M / 41 H). Beliau mengangkat puteranya Yazid sebagai putera mahkota dan menjadikan Damaskus di Syria sebagai ibukota Islam dan pusat pemerintahannya.
Dinasti ini menapai puncak kejayaan pada masa al-Walid (w. 715 M / 96 H ). Beliau melanjutkan ekspansi islam jilid II hingga mencapai Asia kecil,Asia tengah,Afrika Utara dan Eropa. Sedang Umar bin abd. al-Aziz (w. 720 M/101 H) adalah khalifah yang terkenal dengan ketaqwaan dan kejujurannya. Sampai-sampai beliau dijuluki sebagai khalifa ketiga setelah Abu Bakar dan Umar.Kebijaksanaannya yang paling kontoversial adalah :
1.    Mengembalikan harta kekayaan yang dimiliki keluarganya dan bahkan istrinya ke Bayl Mal al-Muslimin.
2.    Menghapus upeti yang dipungut dari Ahl ad-Dhimmah yang sudah masuk islam.
3.    Menurunkan nilai pajak yang harus dibayar kaum muslimin, terutama kaum mawali (kaum muslim non-Arab dari Persia)
4.    Membela yang kecil dan penghapusan diskriminasi social yang menyebabkan banyak orang yang memeluk islam.[13]
Masa kekuasaan Bani Umayyah berlangsung selama 91 tahun. Kemudian dinasti tersebut mengalami keruntuhan. Penyebab utama keruntuhan dinasti ini adalah :
1.      Faktor Intern. Faktor out berupa adanya persaingan dan perebutan kekuasaan diantara para keluarga khalifah.
2.      Faktor Ekstern,yaitu adanya perselisihan dan perebutan pengaruh yang cenderung mengarah pada fanatisme golonganantara orag Arab Mudariyah di utara dan Yamaniyah di selatan.Ketidak senangan rakyat atas perilaku khalifah dan keluarganya yang mengabaikan nasib rakyat. Meskipun demikian, Dinasti ini memberikan kontribusi yang besar dalam memperluas wilayah islam. Dari Maroko inilah ekspansi ke Eropa dimulai ketika Thariq bin Ziyad mendarat di daerah pegunungan Gibraltar di Spanyol.[14]
2.      Dinasti Abbasiyah
Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abu al-Abbas al Saffah (w. 754 M/ 136 H). Pengganti al-Saffah adalah Abu Ja’far al-Mansur (w. 776 M / 136 H).  Ia bisa dikatakan sebagai Pembina dan peletakan dasar dinasti yang sebenarnya. Karena pada masanya ia menumpas pemberontak yang terjadi di semua kekuasaan islam. Puncak kejayaannya yaitu pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (w. 809 M / 193 H ). Karena pada masa pemerintahannya ia meningkatkan kesejahteraan rakyat dan keperluan social. Contohnya yaitu dibangunnya rumah sakit.
Penggantinya yaitu al-Amin (w. 813 M / 198 H ). Ia mati terbunuh karena korban fitnah antara dirinya dengan saudaranya al-Ma’mun. al-Ma’mun mempunyai perhatian yang sangat besar pada peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya yaitu dia membangun gedung pendidikan dan sekolah. Pada masanya, Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Pengganti selanjutnya yaitu al-Mu’tasim. Dan inilah awal mula malapetaka yang menyebabkan Bani Abbasiyah mengalami kemunduran drastic menuju kehancurannya.
Terdapat perbedaan mendasar antara Dinasti Muawiyyah dan Abbasiyah. Pertama,Muawiyah lebih mendahulukan solidaritas arabnya sedangkan Abbasiyah lebih cenderung kepada kaum mawali. Persia sebagai kekuatan pendukungnya. Kedua, Muawiyyah lebih mementingkan perluasan wilayah islam, sedang Abbasiyyah lebih mementingkan ilmu pengetahuan.
B.     Fase Islam dalam Masa Klasik
Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting,yaitu :
1.       Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibn Hanbal. Di bidang teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asy’ari, al-Maturidi, Wasil ibn Atha’ al-Mu’tazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Juba’i. Di bidang ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi.
2.       Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai dengan perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada runtuhnya baghdad di tahun 1258 M.[15]










BAB III
KESIMPULAN
1.      Islam Klasik berada di bawah kepemimpinan Rasulullah,khulafaur al-Rasyidin, Bani Umayyah sampai Bani Abbasiyah.
2.      Pada masa klasik, Islam memiliki dua fase penting,yaitu:
a.       Fase ekspansi
b.      Fase disintergasi





















Daftar Pustaka
al-Laythi , Abu ‘Amr Khalifah Khayyat, Tarikh Khalifat Ibn Khayyat ,Beirut: Dar al-Kuttub al-Ilmiyyah, 1995.
bin Hanbal ,Ahmad, al-Musnad, vol. 1,Beirut : Dar al-Fikr
Syed Mamudannasir, Islam Its Concepts & History, terj. Adang Affandi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.
Tim penyusun studi islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2004.
al-Khudai Bik , Muhammad, Tarikh al-Tashri’ al Islami ,Mesir :Matba’ah al-Sa’adah, 1954.
Ibn al-Athir, al-Kamil fi al Tarikh, vol 3, Beirut : Dar al Sadir, 1965.
Hasan ,Hasan Ibrahim, Tarijh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Thaqafi wa al-Ijtia’ I, vol I, Cairo: Maktabat al-Nahdah al Misriyah, 1979.
Nasution , Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya ,Jakarta:UI Press.
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2098530-perkembangan-islam-periode-klasik/
http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah
Wikipedia, Jahiliah, http:// ms.wikipedia.org/wiki/jahiliah.









PENGANTAR STUDI ISLAM
diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah
Pengantar Studi Islam












Oleh :
Maulidatun Nuril Fitriana
Muyassaroh
Dosen pengampu :
Moh.Anas,S.T,M.Th.I

PRODI TASAWUF
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM  AL FITHRAH
SURABAYA
2012





[1] Wikipedia, Jahiliah, http:// ms.wikipedia.org/wiki/jahiliah, diakses tanggal 17 Oktober 2010
[2] Tim penyusun studi islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,(Surabaya : IAIN Sunan     Ampel Press, 2004), Hal. 129

[3] Syed Mamudannasir, Islam Its Concepts & History, terj. Adang Affandi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), Hal.124
[4] Tim penyusun studi islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,(Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2004), Hal. 131
[5] http://fimadani.com/hijrah-nabi-pendidikan-islam-dan-piagam-madinah
[9]Muhammad al-Khudai Bik, Tarikh al-Tashri’ al Islami (Mesir :Matba’ah al-Sa’adah, 1954),Hal. 12
[10] Ibnu Hajar al-Atsqalani Tahdzibut Tahdzib (Maktabah Syameela) juz 1 hal 447

[11] Ibn al-Athir, al-Kamil fi al Tarikh, vol 3 (Beirut : Dar al Sadir, 1965), Hal.111

[12] Abu ‘Amr Khalifah Khayyat al-Laythi, Tarikh Khalifat Ibn Khayyat (Beirut: Dar al-Kuttub al-Ilmiyyah, 1995),Hal.115
[13] Hasan Ibrahim Hasan, Tarijh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Thaqafi wa al-Ijtia’ I, vol I (Cairo: Maktabat al-Nahdah al Misriyah, 1979 ) Hal, 337.

[14] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (Jakarta:UI Press), Hal.62

[15] http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2098530-perkembangan-islam-periode-klasik/