Selasa, 18 Februari 2014

Re BUILD



Jangan pernah melupakan sejarah

Yuph, kalimat ini sangat benar, kebesaran sebuah bangsa dapat dilihat dari sejarahnya, begitupun juga sebuah agama. Islam, agama fenomenal di abad ke 7 masehi, yang dibawa oleh seorang utusan yang dikenal ummy, namun sebuah catatan penting, beliau dengan keummiyannya telah membuat agama ini menjadi agama yang Rahmatal Lil’ Alamin, dengan tujuan utama beliau untuk menyempurnakan akhlak. Berawal dari beliau sendiri yang kemudian menjadi rolmodel(baca: uswah) bagi keluarganya, teman dekat beliau, hingga meluas seluruh umat islam, bahkan sampai hari ini.

Itu dulu, sekarang Islam tengah mengalami krisis yang kritis, para alimnya telah terganti oleh orang-orang yang mengaku alim, dengan pengetahuan yang standard, dengan fatwa yang harus dikaji ulang. Mereka berfatwa dengan semangat ’45, namun tak banyak dari mereka yang mengamalkan fatwanya sendiri. Rahmatal lil’alamin kini hanya menjadi rahmatal lil muslimin, bahkan untuk penganutnya sendiri Islam terkesan kurang aman dan nyaman di mata non muslim. Akhlak yang telah dituntunkan oleh beliau kini banyak dicopy paste oleh orang-orang di luar Islam, sementara umat beliau malah mencopy paste style mereka yang terkesan absurd.

Sepertinya kalimat tadi perlu dilanjutkan…

***

Peristiwa sejarah selalu berulang dengan tempat dan waktu yang berbeda

Ada masa dimana Islam menjadi sebuah agama, yang umat dengan agama lain merasa nyaman dan aman di dalamnya. Namun ada masa dimana Islam seakan menjadi ancaman bagi mereka, atau mereka sendiri yang ingin meluluhkan Islam dengan dalih merasa terancam.

Di bumi arab di masa itu, dimana islam yang berawal dari minoritas, satu golongan, menyebar ke negara lain, hingga puncaknya sayap Islam sempat menaungi eropa. Adalah masa-masa damai, di mana mereka yang beragama lain, merasa nyaman dan aman berada di tanah islam. Dan setelah masa damai itu Islam mereka anggap sebagai ancaman, dan akhirnya darah harus bercecer dengan dalih agama, padahal di balik itu ada tujuan yang sangat jauh dari agama, yakni ambisi kekuasaan.

Di negeri ini, juga pernah mengalami hal serupa, di mana Islam juga minoritas pada masa itu, karena konsep dasar yang rahmatal lil’alamin, dan mengutamakan akhlak karimah, islam bukan hanya menjadi agama, tapi islam menjelma menjadi suatu budaya sehingga minoritas ini kini memenuhi status agama KTP sebagian besar penduduk negeri ini. Para pembawa islam di negeri ini, bukan hanya berbicara, tapi mereka bertindak, meniru apa yang telah dilakukan oleh junjungannya, menjadi rolmodel bagi bangsa ini. Dan fatwa mereka didasari kemampuan yang mumpuni bukan dengan alakadarnya seperti yang sering kita jumpai di layar kaca.

Namun, seperti di tanah asalnya, Islam di negeri ini mulai hilang  konsep dasarnya, agama yang damai ini terkesan menakutkan, dan mengancam orang-orang di luarnya, bahkan orang di dalam pun mulai tak nyaman. Akhlak karimah kini hanya menjadi slogan-slogan tanpa ada penerapan, cara-cara yang terkesan brutal lebih sering dipakai dalam mengahadapi permasalahan.

Dan kalimat ini masih butuh ending.

***

Sejarah adalah guru terbaik untuk berbenah

Masa lalu biarlah berlalu, masih ada hari ini esok dan hari setelah esok. Sekarang waktunya kita berbenah, ketika para Alim sudah mulai banyak yang berpulang, ketika agama telah menjadi tameng sebuah kepentingan, ketika akhlak hanya menjadi slogan. Masih ada waktu untuk berubah, dalam al Qur’an, Allah telah berpesan bahwa Dia tidak akan merubah kondisi suatu kaum sehingga kaum tersebut merubah sendiri kondisinya. Dalam sebuah tayangan di TV yang menampilkan sebuah tulisan di sebuah kafe di india “be change what yo want to see in the world”. Mengutip dawuh seorang Habib “zaman semakin menyeramkan, fitnah di sana sini, selamat kanlah keluargamu masing-masing, mulailah dari kamu, keluargamu dan orang terdekat kamu”

Dan minoritas yang mulai melangkah menuju mayoritas itu kini telah nyata muncul. Al Khidmah, yang pendirinya menjadi rolmodel bagi para muridnya, yang bukan hanya ucapannya, tapi tindak tanduknya yang bukan hanya orang biasa, tapi para habaib dan ulama’ yang sudah masyhur di masa ini turut mengakui keluhuran akhlaknya. Wadah yang beliau munculkan bukan hanya mengayomi muridnya, tapi juga orang-orang yang sebatas suka, dan punya i’tikad baik pada beliau. Tak hanya itu, wadah ini merupakan cerminan dari konsep “Rahmatal lil ‘Alamin” di mana, para pemuka dari non muslim berikut pengikutnya, ikut duduk dalam majlis yang diselenggarakan oleh wadah ini dan menerima dengan lapang adanya majlis seperti ini di wilayah yang notabene mereka adalah mayoritas. Beliau, mengawali dari dirinya sendiri, ke keluarganya, ke teman-temannya, hingga jadilah jama’ah ini menjadi seperti sekarang.

Waba’du: Allah masih memberi kesempatan kita untuk bertemu dengan Muharram, sementara diluar sana ada orang-orang yang tak sempat bertemu Muharram, mari di tahun baru ini, kita membangun ulang niat kita, disertai dengan perbuatan sebagai wujud syukur atas nikmat tahun baru ini. Diawali dari kita masing masing, keluarga kita, teman-teman kita. Hingga Islam kembali ke sejarah yang pernah besar “rahmatal lil’alamin” dengan “kesempurnaan akhlak”, dengan apa yang telah dituntunkan oleh guru kita ra.
Allah has the best plan for us
en_dzu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar