Jumat, 14 Februari 2014

ulumul hadits

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Hadits dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi Islam, hadits merupakan sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Hadits tersebut merupakan teks kedua yang berisikan sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah menggunakan hadits tidak bertindak semena-mena.
Para muhadditsin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut.
Hadits yang dapat digunakan sebagai hujjah adalah hadits shahih dan hasan,namun hadits shahih dan hasan dibagi menjadi berbagai macam .Dan makalah ini mencoba mengkaji tentang berbagai macam hadits shahih dan hasan.

B.  Rumusan Masalah
1.      Ada berapa macam hadits shahih ditinjau dari segi kualitasnya?
2.      Ada berapa macam hadits hasan ditinjau dari segi kualitasnya?




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Macam Hadits Shahih Ditinjau Dari Segi Kualitasnya.
Hadits Shahih jika ditinjau dari kualitasnya secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu Hadits Shahih Lidzatihi dan Hadits Shahih lighairihi, dengan uraian sebagai berikut:
1.      Hadits Shahih Lidzatihi
Hadits Sahahih Lidzatihii secara istilah adalah
هو الحديث المسند الذى يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط، إلى منتهاه، ولا يكون شاذاً، ولا معللاً
Hadits yang memenuhi semua syarat hadits shahih yaitu sanadnya bersambung, rawinya adil dan dhabit dari awal sampai akhir,dan tidak terdapat syad dan illat.[1]
Adapun contoh hadits yang shahih lidzatihi adalah sebagai berikut;
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin Jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari).
Analisis terhadap hadits tersebut:
a.       Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari    gurunya.
b.      Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
1)      Abdullah bin yusuf             = tsiqat muttaqin.
2)      Malik bin Annas                 = imam hafidz
3)      Ibnu Syihab Aj-Juhri          = Ahli fiqih dan Hafidz
4)      Muhammad bin Jubair        = Tsiqat.
5)      Jubair bin muth'imi             = Shahabat.
c.       Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
Hadits-hadits yang termasuk kriteria Shahih Lidzatihi, dilihat dari tingkatannya terbagi lagi sebagai berikut
a.       Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim
b.      Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
c.       Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
d.      Hadits yang sesuai dengan syarat shahih Bukhori dan Muslim namun tidak diriwayatkan oleh keduanya
e.       Hadits yang sesuai dengan syarat shahih Bukhori
f.       Hadits yang sesuai dengan syarat shahih Muslim
g.      Hadits yang sesuai dengan syarat shahih selain Bukhori dan Muslim.[2]

2.      Hadits Shahih Lighairihi
Hadits Shahih Lighoirihi adalah:
هو الحسن لذاته إذا جاء من طريق آخر مثله، أو أقوى منه
Hadits yang awalnya hasan ketika ada periwayatan dari jalur lain yang kualiatasnya sama atau lebih kuat darinya[3].
Contohnya hadits yang derajatnya shahih lighoirihi sebagai berikut;
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص م قاَلَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتَهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ "
“ Dari Muhammad bin amr dari abi salamah dari abu hurairah sesungguhnya rasulullah saw bersabda: Kalaulah tidak memberatkan atas umatku pasti akanku perintahkan kepada mereka bersiwak ketika setiap shalat”(HR. Tirmidzi).
Berkata Ibnu Shalah: Rawi yang bernama Muhammad bin Amr bin Alqomah termasuk dari kalangan termasyhur (terkenal) karena kebenaran dan penjagaannya, akan tetapi bukan termasuk dari “ahli itqan” sehingga sebagaian para ulama hadits mendhaifkannya dari aspek jelek hafalannya, dan sebagiannya lagi mentsiqatkannya karena kebenaran dan kemulyaannya, maka hadits ini hasan. Maka ketika digabungkan dari berbagai hadits yang diriwayatkan dari jalur lain hadits ini menjadi shahih lighoirihi.[4]
Dalam ilmu hadits ada istilah Hasan Shahih yang dicetuskan oleh Imam at-Turmudzi, mengenai istilah ini ada beberapa pendapat ulama’ muhadditsin,berikut uraiannya:
a.       Menurut Ibnu Sholah
Hal ini dikembalikan ke sanad asalnya, ketika ada sebuah hadits memiliki dua sanad(jalur periwayatan), asalnya hasan, kemudian yang lain Shahih, maka hadits bias disebut dengan hadits Hasan Shahih. Maksudnya hadits ini hasan karena sandnya menag hasan, shahih karena ada riwayat lain yang Shahih.[5]
b.      Menurut Ibnu Dzaqiq
Hadits hasan adalah hadits  yang kuarang memenuhi persyaratan hadits shahih. ketika hadits hadits hasan terangkat derajatnya ke shahih, maka hasan hanya penamaannya sedangkan kedudukan hadits tersebut shahih.[6]


c.       Menurut Ibnu Katsir
Ketika ada suatu hadits statusnya hasan Shahih maka status hadits tersebut diantara hadits hasan dan hadits Shahih, derajatnya lebih tinggi dari hasan, tapi bukan hadits Shahih.[7]
d.      Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar
Status suatu hadits mengikuti sanadnya, ketika terdapat dua jalur sanad atau lebih maka hadits tersebut mengikuti derajat sanad yang lebih unggul.[8]

B.     Macam Hadits Hasan ditinjau dari segi kualitasnya.
Hadits Hasan sebagaimana Hadits Shahih dibagi menjadi dua :
1.      Hadits Hasan Lidzatihi.
Hadits Hasan Lizatihi dari segi bahasa Hasan bermakna yang baik, dan yang bagus. Namun dari segi istilah menurut ibnu hajar adalah :
هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذى خف ضبطه، عن مثله، إلى منتهاه، من غير شذوذ ولا علة
Hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan hingga akhir, diceritakan oleh orang-orang adil tetapi ada yang kurang dhobith, serta tidak ada syad dan ‘illat.[9]
Pada dasarnya Hadits Hasan Lizatihi ini sama maknanya dengan pengertian Hadits Hasan secara umum maka kebanyakan ulama menyamakan Hadits Hasan Lizatihi ini dengan Hadits Hasan.
Adapun contoh Hadits Lidzatihi adalah :
حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ..... الحديث "
“Telah menceritakan kepada kamu Qutaibah, telah menceritakan kepada kamu Ja’far bin Sulaiman, dari Abu Imron Al-Jauni dari Abu Bakar bin Abi Musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi).
Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam hadits tersebut tsiqoh kecuali Ja’far bin Sulaiman adh-Dhuba’i.
2.      Hadits Hasan Lighairihi
Hadits Hasan Ligharihi secara bahasa adalah hadits hasan yang sifat kehasannya didapat dari riwayat yang lain.[10] Sedangkan dari segi istilah adalah
هو الحديث الضعيف إذا تعددت طرقه، ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوى أو كذبه    
Hadits dha’if ketika ada periwayatan dari jalur lain, dengan catatan sebab kedha’aifannya bukan karana rawi yang fasik ataupun kadzib (pendusta)[11]
Adapau syarat-syarat hadits bias dikategorikan hasan lighairihi adalah :
a.       Rawi hadits tersebut bukan pelupa dan banyak salahnya dalam periwayatan hadits.
b.      Rawi hadits tersebut bukan orang yang fasik dan bukan pendusta.
c.       Hadits tersebut sudah masyhur oleh periwayatan lain (banyak diriwayatkan).[12]
Berikut adalah contoh hadits hasan lighoirihi
مَا رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَحَسَّنَهُ مِنْ طَرِيْقِ شُعْبَةَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيْعَةَ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ بَنِي فَزَارَةَ تَزَوجت على نَعْلَيْنِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : " أَرَضِيْتِ مِنْ نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟ قاَلَتْ : نَعَمْ ، فَأَجَازَ
            Apa yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi dan ia menghasankan hadits dari jalur Syu’bah dari ‘Ashim bin Ubaidillah dari Abdillah bin Amir bin Robi’ah dari ayahnya sesungguhnya seorang perempuan dari keturunan “Fajarah" menikah dengan mahar sepasang sandal, lalu Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu ridho dengan jiwa dan hartamu dengan (mahar) sepasang sandal? Maka ia berkata: ya, maka aku mengijinkannya”
           Maka rawi yang bernama ‘Ashim bin Ubaidillah itu dhoif karena jelek hafalannya, kemudian imam at-Tirmidzi menghasankan hadits ini karena terdapat hadits dari selain jalur periwayatan ini.

























BAB III
KESIMPULAN


        Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Hadits yang dapat digunakan sebagai hujjah ada dua,yaitu :
1.      Hadits Shahih.
a.       Hadits Shahih Lidzatihi
Hadits yang memenuhi semua syarat hadits shahih yaitu sanadnya bersambung, rawinya adil dan dhabit dari awal sampai akhir,dan tidak terdapat syad dan illat.
b.      Hadits Shahih Lighairihi
Hadits yang awalnya hasan ketika ada periwayatan dari jalur lain yang kualiatasnya sama atau lebih kuat darinya
2.      Hadits Hasan.
a.       Hadits Hasan Lidzatihi
Satu Hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan hingga akhir, diceritakan oleh orang-orang adil tetapi ada yang kurang dhobith, serta tidak ada syad dan ‘illat.
b.      Hadits Hasan Lighairihi
Hadits dha’if ketika ada periwayatan dari jalur lain, dengan catatan sebab kedha’aifannya bukan karana rawi yang fasik ataupun kadzib.









Daftar Pustaka


As-Suyuthi, Tadribur Rawi, Riyadh: Maktabah al-Riyadh.
Hasan Muhammad, 1996. Taqrirot Assuniyah. Beirut: Dar al-Kutb al-Arobi.
Thahan, Mahmud, Razaq, Abdur Razaq, Ubaid, Abdul Halim Ubaid, Mu’jam Musthalahat al Hadits, Maktabah Syamila
Utsman, Abu Amr, 1984. Muqadimah ibnu Sholah. Maktabah al-Farabi
Maktabah Syamila v 10.000 kitab





















[1] Mahmud Thahan, Abdur Razaq, Abdul Halim Ubaid, Mu’jam Musthalahat al Hadits, (Maktabah Syamila) juz 1 hal. 26.
[2] As Suyuthi, Tadribur Rawi, (Riyadh: Maktabah al-Riyadh TT) juz 1 hal. 122-123
[3] Mahmud Thahan, Abdur Razaq, Abdul Halim Ubaid, Mu’jam Musthalahat al-Hadits, (Maktabah Syamila) juz 1 hal. 27.
[5] Abu Amr Utsman, Muqadimah ibnu Sholah (Maktabah al Farabi 1984) hal. 20
[6] As Suyuthi, Tadribur Rawi, (Riyadh: Maktabah al-Riyadh TT) juz 1 hal. 163
[7] Ibid, hal. 164
[8] Ibid, hal. 164
[9] Mahmud Thahan, Abdur Razaq, Abdul Halim Ubaid, Mu’jam Musthalahat al Hadits, (Maktabah Syamila) juz 1 hal. 18.

[10] Mahmud Thahan, Abdur Razaq, Abdul Halim Ubaid, , (Maktabah Syamila) juz 1 hal. 18
[11] Ibid, 1 hal. 19.
[12] Hasan Muhammad, Taqrirot Assuniyah (Beirut: Dar al-Kutb al-Arobi, 1996) hal 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar