Jumat, 14 Februari 2014

filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap hari manusia menemukan berbagai macam problem (masalah) dalam kehidupannya. Problem tersebut terbagi menjadi problem kebenaran, problem kebaikan, problem keadilan, problem kebahagiaan dan problem kejahatan. Dalam makalah ini penulis mencoba untuk mengupas sedikit tentang problem menurut filsafat.

B.     Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan makalah ini maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut
1.      Apa yang dimaksud dengan problem kebenaran?
2.      Apa yang dimaksud dengan problem kebaikan?
3.      Apa yang dimaksud dengan problem keadilan?
4.      Apa yang dimaksud dengan problem kebahagiaan?
5.      Apa yang dimaksud dengan problem kejahatan?












BAB II
PEMBAHASAN
A. Problem Kebenaran.
1.   Pengertian.
       Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.[1]

2.   Teori-teori kebenaran.
       Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan.[2] Hanya pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, antara lain :
a.                     Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)
            Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu.[3]


b.        Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi (teori keteguhan)
            Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.[4]
c.         Teori Pragmatik
            Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.[5]
       Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan.[6]


B.  Problem Kebaikan.
1.   Pengertian.
Apa yang dapat menyempurnakan sesuatu.Dan karena itu ia pantas diperjuangkan.
2.   Ciri-ciri
Kata kebaikan menyampaikan ciri-ciri yang bersifat pujian seperti persetujuan, keunggulan, kekaguman, kepatutan dan mempunyai arti-arti seperti berbudi luhur, dermawan, menguntungkan, sejati, dan patut dipuji.
3.   Macam-macam kebaikan.
a.    Kebaikan ekstrinsik : apa yang diinginkan atau berniali tidak demi kepentingan sendiri tetapi demi kepentingan sesuatu lainnya,demi konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat yang dibawahnya. Contoh : menahan rasa tidak enak dari gigi yang dicabut supaya rasa sakit berkurang.
b.   Kebaikan inberen : 1) kualitas dalam suatu objek atau engalaman yang menyediakan dasar bagi kita untuk melihatnya sebagai pantas diinginkan atau bernilai. 2) kualitas ideall yang berada secara objektif,yang umum bagi semua hal dan pengalaman yang baik.
c.    Kebaikan instrinsik : 1) apa yang diinginkan atau bernilai dalam dan bagi diri sendiri. 2) suatu tujuan yang diupayakan demi keinginan itu sendiri. Contoh : kesenangan
d.   Kebaikan instrinsik-ekstrinsik : apa yang diinginkan atau dinilai baik untuk kepentingan sendiri (dalam dan bagi dirinya sendiri) maupun demi kepentingan sesuatu lainnya,demi konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat yang dibawahnya. Contoh : Menikmati hidangan waktu lomba masak demi menikmat belaka atas hal itu,tapi juga supaya dapat menentukan juara masak.
e.    Kebaikan instrumental : apa yang dikehendaki atau bernilai sebagai suatu sarana untuk mencapai kebaikan lainnya. Contoh : Uang
f.    Kebaikan kontributoris : apa yang diinginkan atau bernilai karena 1) peranan yang dimainkannya dalam suatu aktivitas atau keseluruhan itu sendiri yang diinginkan atau bernilai (dianggap sebagai baik) dan atau 2) peranan yang dimainkannya dalam suatu proses yang berkembang kearah sesuatu yang diinginkan.
4.   Pandangan beberapa filsuf.
Ada berbagai macam pandangan filsuf,diantaranya adalah :
a.    Perbedaan antara kebaikan atau nilai instrumental dan instrinsik berasal dari orang yunani.Kebaikan instrinsik adalah hal-hal yang baik dalam dirinya sendiri; sementara kebaikan instrumental bernilai dalam memungkinkan adanya kebaikan lain.
b.   Ide mengenal kebaikan intrinsic berfusi dengan konsepsi kebaikan tertinggi (summum bonum). Mengenai kebaikan tertinggi terdapat macam-macam penafsiran. Aristoteles menganggap kebahagiaan ( endaimonia ) sebagai kebaikan tertinggi.sedangkan kaum epicurean memilih kesenangan ( kenikmatan ) sebagai kebaikan terakhir,kaum stoa apathia (rela menderita),agama Kristen,konfucianisme li (kesopanan,tatakrama).
c.    Bagi plato,kebaikan tertinggi dimengerti sebagai prinsip transcendental yang mempengaruhi dunia.[7]

C. Problem Keadilan.
Evolusi filsafat hukum, yang melekat dalam evolusi filsafat secara keseluruhan, berputar di sekitar problema tertentu yang muncul berulang-ulang. Di antara problema ini, yang paling sering menjadi diskursus adalah tentang persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Hal ini dikarenakan hukum atau aturan perundangan harusnya adil, tapi nyatanya seringkali tidak.
Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.
Orang dapat menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit. Atau orang dapat menganggap keadilan sebagai hasil dari pandangan umum agama atau filsafat tentang dunia secara umum. Jika begitu, orang dapat mendefinisikan keadilan dalam satu pengertian atau pengertian lain dari pandangan ini.
Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Terdapat macam-macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice.

1.    Teori keadilan Aristoteles
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics,politics,dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana.
2.    Keadilan sosial ala John Rawls
John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.
Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.[8]

D. Problem Kebahagiaan.
1.   Pengertian.
Kebahagiaan adalah suatu keadaan atau perasaan yang muncul sebagai akibat tercapainya nilai atau cita-cita dalam hidup.nilai yang di kejar itu di tafsirkan dengan macam-macam cara: kasenagan di peroleh , potensi atau kemampuan seorang terujud, kewajiban terlaksana mengikuti hokum kudrat, manghayati hidup dengan ugahari , kebebasan sempurna untuk secara rasional menentukan tujuan dari sendiri , dan seterusnya.  [9]
2.   Pandangan Beberapa Filsuf.
Para filsuf memiliki pandangan yang berbeda,diantaranya:
a.    Dalam teori nilai,kebahagiaan,suatu keadaan yang sedikit berbeda dari jumlah kesenangan,dipandang sebagai tujuan hidup. BBerkaitan dengan ini,pandangan Aristoteles tentang kebahagiaan merupakan model atau contoh. Epikuros mendefinisikan kebahagiaan,setidaknya dalam arti umum,dalam kerangka keenangan, dan memandang kearifan sebagai nilai sekunder yang penting. Aquainas mengikuti Aristoteles,kendati dengan menambah suatu dimensi teologis.
b.   Keyakinan Kant bahwa kebajikan dan kebahagiaan saling melengkapi mendorongnya mempostulatkan baik imortalis maupun eksistensi Allah.[10]
E.  Problem Kejahatan
1.   Pengertian.
Inggris : evil, dari Anglo-Saxon yfel. Sebagai lawan dan komplemen kebaikan,istilah ini hampir selalu didefinisikan secara negatif. Kejahatan diuraikan baik dari kaca mata filsafat maupun agama.
2.   Pandangan beberapa Filsuf.
Ada banyak sekali pandangan Filsuf mengenai kejahatan,diantaranya:
a.    Menurut Zoroastrianisme dan Manichaeisme, kejahatan merupakan kekuatan dalam alam raya ini yang berperang melawan kebaikan.
b.   Di pihak lain,dari sudut pandang Budhisme, kejahatan berakar pada keinginan dan kendalinya terletak di dalam penghapusan keinginan.
c.    Di antara para filsuf, Socrates mengaitkan kejahatan dengan ketidaktahuan. Baginya, mustahil untuk manusia mengetahui kebaikan dan gagal melakukannya.
d.   Chrysippus, memandang kejahatan sebagai sesuatu yang berlawanan dengan akal dunia. Dengan demikian kejahatan tampil agak mirip irasionalitas terdalam.
e.    Pada  Plotinos,kejahatan dipandang sebagai unsur pelengkap prinsip materi yang mau tidak mau harus ada. Dengan begitu kontras baik-buruk menjadi tidak lain satu aspek dari dualisme pikiran-tubuh atau roh-materi.[11]




BAB III
KESIMPULAN

1.   Problem Kebenaran.
Kebenaran adalah salah satu nilai utama dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan scope potensi subjek,maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :  Tingkatan kebenaran indera, Tingkatan ilmiah, Tingkat filosofis, dan Tingkatan religious.
Teori-teori pokok tentang kebenaran meliputi teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis, teori semantik, teori performatif.
2.   Problem Kebaikan.
Kebaikan adalah apa yang dapat menyempurnakan. Kata kebaikan menyampaikan ciri-ciri yang bersifat pujian
Macam-macam kebaikan yakni kebaikan ekstrinsik, kebaikan inberen, kebaikan instrinsik, kebaikan instrinsik-ekstrinsik, kebaikan instrumental, kebaikan kontributoris
3.   Problem Keadilan
Teori keadilan dibagi menjadi 2 : Teori Keadilan Aristoteles dan Teori keadilan John Rawls
4.   Problem Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu keadaan atau perasaan yang muncul sebagai akibat tercapainya nilai atau cita-cita dalam hidup.
5.  Problem Kejahatan
Kejahatan selalu diidentikkan dengan hal yang bersifat negatif. masalah kejahatan adalah pernyataan bagaimana kita menjelaskan kejahatan di dunia (tindakan, peristiwa, atau keadaan yang membawa penderitaan, kehilangan, kemiskinan dan ketidak adilan)


Daftar Pustaka
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002
Rasyidi, Muhammad, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang, 1987
Keraf, Ronny, Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta : Kanisius, 2001
Sumiasumantri, Jujun. S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar harapan, 1990
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, cet. IV, Yogyakarta : Kanisius, 1995



[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) Hal.412
[2] Sonny Keraf, Ilmu pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta : Kanisius, 2001) Hal.73
[3] Muhammad Rasyidi, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1987) Hal.237
[4] Jujun S. Sumiasumantri, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta : Pustaka Sinar harapan,1990) Hal.55
[5] Ibid, Hal.57
[6]  Muhammad Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1987) Hal.241
[7] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2002 )Hal.403-405
[8] Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, cet VIII,(Yogyakarta: Kanisius, 1995)Hal.196
[9] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002 )Hal.401
[10] Ibid.

[11] Ibid,Hal.436

Tidak ada komentar:

Posting Komentar